TEMPO.CO, Jakarta - Pakar ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik menjelaskan pola pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dia menilai jika melihat desainnya, sistem pengelolaan dana haji saat ini sudah sangat maksimal.
Menurut dia, hal itu bisa dilihat dari laporan keuangan yang sudah diaudit. Performanya memang berdasarkan pada sejumlah rasio itu terpenuhi. Irfan mencontohkan, misalnya BPKH mengambil untuk operasional dari cost to income ratio hanya 2,15 persen.
“Kalau lihat audited report di bawah ambang 5 persen,” ujar dia dalam diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di Gedung PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat, pada Jumat, 17 Februari 2023.
Kemudian, jika bicara solvabilitas atau kemampuan bayar utang pada jangka panjangnya di atas 100 persen tahun lalu walaupun itu masih un-audited. Sementara pada 2020 dan 2021 di bawah 100 persen, tapi 2022 naik.
Kalau melihat desain setingan hari ini, Irfan menegaskan, sebenarnya BPKH sudah on the track. “Cuma timbul masalah pada aspek sustainability, dan harus diakui desain kelembagaan pengelolaan keuangan haji harus sustain,” ucap Irfan.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Kementerian Agama memutuskan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk jemaah reguler biayanya Rp 90.050.637,26.
Nilai itu dibagi menjadi dua yaitu 55,3 persen sebagai Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau yang langsung dibayar jemaah Rp 49.812.711,12, dan biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat keuangan haji sebesar Rp 40.237.937 atau sebesar 44,7 persen.
Selanjutnya: DPR dan pemerintah harus menemukan formula komposisi yang ideal buat jemaah haji