Namun, Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf berharap ke depan komposisi itu bisa diubah. Menurut dia, DPR dan pemerintah harus menemukan formula komposisi yang ideal buat jemaah yang berangkat dan jemaah yang menunggu ibadah haji.
Amri menjelaskan formulasi komposisi BPIH pada tahun 2022 tidak diubah, sehingga nilai manfaat yang digunakan itu semakin besar. “Kami melakukan kajian internal setiap 5 persen subsidi yang diberikan kepada jemaah haji itu ekuivalen dengan Rp 1 triliun,” ujar dia.
Artinya, jika saat ini subsidinya sekitar 40 persen maka ekuivalen dengan Rp 8 triliun. Sementara tahun lalu, subsidinya 60 persen, itu ekuivalen dengan Rp 12 triliun. Padahal, kata Amri, setiap tahun kemampuan BPKH untuk mengirimkan hasil investasi itu hanya Rp 10 triliun.
Itu pun masih harus dikurangi dulu dengan virtual account yang rata-rata sekitar Rp 2,5 triliun dibagi rata untuk 5,3 juta jemaah yang menunggu. “Rata-rata itu mereka hanya dapatkan Rp 200-300 ribu, 80 persen dari hasil investasi itu sekitar Rp 7,5 triliun itulah yang digunakan untuk menopang, memberikan support buat jemaah yang bernagkat,” ucap dia.
Berdasarkan kajian BPKH, kata dia, jika formulasi itu diteruskan, maka bisa mengancam keberlangsungan ibadah haji ke depan. “Kalau ini tidak dikoreksi, kami perkirakan tahun 2027 maka Indonesia akan mengalami bencana dana haji,” kata dia. Karena tahun 2027 ada kemungkinan akan ada dua kali penarikan, karena kegiatan hajinya berdekatan.
“Jadi kalau misalnya setiap tahun kita hanya bisa mendeliver Rp 10-11 triliun kemudian ada permintaan pada tahun yang sama untuk penyelenggaraan ibadah haji Rp 40 triliun, itu enggak akan cukup,” tutur Amri.
Pilihan editor: BPKH Wanti-wanti Agar Formulasi Biaya Haji Diatur Agar Tak Kena Bencana di 2027
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini