Ibrahim mengatakan, suku bunga acuan di Inggris saja telah mencapai 2,25 persen atau naik 200 basis points (bps) dan berpotensi masih akan naiak dalam tahun ini. Sedangkan di AS telah mencapai 3,25 persen setelah naik sebesar 300 bps.
"Pada kuartal II 2022, pertumbuhan ekonomi Cina, AS, Jerman dan Inggris sudah mengalami koreksi. Ini menjadikan banyak kemungkinan yang akan berlanjut sampai akhir tahun dan resesi muncul di tahun depan," kata dia.
Kendati demikian, Ibrahim mengatakan, rupiah sebetulnya masih menguat tipis kemarin akibat intervensi Bank Indonesia baik melalui bauran strategy maupun pasar valas dan obligasi di perdagangan domestic non deliverable forward (DNDF).
Data Bloomberg pada akhir 27 September 2022 menunjukkan rupiah ditutup naik 0,04 persen atau 5,5 poin ke posisi Rp 15.124 per dolar AS. Indeks dolar AS pada pukul 15.10 WIB terpantau melemah 0,56 poin atau 0,49 persen ke level 113,54.
Sejumlah mata uang lain di kawasan Asia pun terpantau menguat terhadap dolar AS. Beberapa mata uang itu adalah won Korea Selatan yang menguat 0,61 persen, dolar Taiwan 0,42 persen, yen Jepang 0,30 persen, rupee India 0,25 persen, dolar Singapura 0,24 persen, dan baht Thailand 0,17 persen.
Sedangkan mata uang kawasan Asia yang melemah adalah yuan Cina yang turun 0,28 persen, ringgit Malaysia 0,16 persen, dan peso Filipina 0,06 persen. Sementara mata uang dolar Hong Kong stagnan pada perdagangan hari ini.
Baca: Luhut Bilang Pakar Ekonomi AS Puji Perekonomian Indonesia: Akibat Leadership Jokowi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.