TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Darmawan Junaidi merespons kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen.
Menurut dia, kebijakan suku bunga acuan yang ditempuh dewan gubernur Bank Indonesia itu harus dilihat sebagai upaya bank sentral menjaga upaya momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Apalagi setelah terdampak Pandemi Covid-19 ekonomi Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan yang solid.
"Kebijakan moneter dan peningkatan suku bunga acuan yang telah diputuskan BI tersebut tentunya perlu kita cermati sebagai keputusan strategis untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi," kata dia di acara Mandiri Investasi, Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2022.
Ia mengatakan kondisi makro ekonomi Indonesia masih terjaga kondusif. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal II - 2022 sebesar 5,44 persen secara tahunan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
"Berbagai leading indicators seperti indeks keyakinan juga menunjukkan kondisi fundamental perekonian Indonesia yang tetap baik namun demikian kita tetap selalu perlu aware terhadap challenge yang akan dihadapi di sisa 2022," ucapnya.
Di tengah terus membaiknya pertumbuhan ekonomi itu, kata dia, Indonesia menghadapi ancaman tingginya harga-harga barang atau inflasi yang menyebabkan dewan gubernur BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan setelah 18 bulan ditahan di level 3,5 persen.
"BI juga memproyeksikan tingkat inflasi hingga akhri 2022 di mana inflasi Indonesia diproyeksikan akan berada di level 5,24 p dengan core inflation 4,15 persen yang utamanya terkait adanya potensi tekanan dari peningkatan komoditas energi dan bahan pangan," kata dia.
Tapi, Darmawan mengingatkan, seiring dengan tingginya proyeksi angka inflasi itu, dewan gubernur BI juga memberikan sinyal bahwa tingkat inflasi 2022 bersifat temporer sehingga akan kembali ke level sesuai target 3 plus minus satu persen pada 2023.
Oleh sebab itu, Darmawan berujar, Bank Mandiri akan menyikapi tingkat suku bunga acuan terbaru ini dengan tetap mendukung pemulihan perekonomian domestik. Seiring dengan kondisi likuiditas dan fungsi intermediasi perbankan dalam negeri yang hingga saat ini masih relatif baik.
Kendati begitu, pihaknya mewaspadai normalisasi kebijakan likuiditas BI melalui kenaikan instrumen Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap walaupun diiringi pemberian insentif GWM yang berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan.
Mengutip definisi OJK, secara harfiah, giro wajib minimum adalah dana atau simpanan minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro yang ditempatkan di Bank Indonesia. Besaran Giro Wajib Minimum (GWM) ditetapkan oleh bank sentral berdasarkan persentase dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan.
"Meskipun kita tetap perlu waspada terkait peningkatan GWM (Giro Wajib Minimum) BI pada September 2022 ini begitu pula kepercayaan asing terhadap pasar modal Indonesia yang relatif masih terjaga terlihat dari inflow asing ke instrumen investasi dalam negeri yang stabil," ucap Darmawan.
Ke depan, dia memastikan, Bank Mandiri dan seluruh anak usaha akan secara konsisten melakukan evaluasi dan kajian terhadap dinamika kondisi makro ekonomi sehingga terus melakukan langkah stratagis untuk mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Menguat ke Level Rp14.828 per Dolar AS Hari Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.