TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan batu bara milik negara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), membukukan laba bersih kuartal I 2024 sebesar Rp 790,9 miliar. Laba bersih tersebut anjlok 31,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yakni Rp 1,16 triliun.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2024, perseroan meraup pendapatan Rp 9,4 triliun, turun dibanding pendapatan kuartal I 2023 yang Rp 9,95 triliun. Sedangkan EBITDA perusahaan Rp 1,5 triliun.
Pada kuartal pertama 2024, total produksi batu bara Bukit Asam mencapai 7,3 juta ton. Produksinya tumbuh 7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, yakni 6,8 juta ton.
"Kenaikan produksi ini seiring dengan kenaikan volume penjualan batu bara sebesar 10 persen menjadi 9,7 juta ton," kata Corporate Secretary PTBA Niko Chandra dalam keterangan resmi pada Rabu, 1 Mei 2024.
Pada kuartal I 2024, perseroan mencatat penjualan ekspor sebesar 3,8 juta ton atau naik 4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Bukit Asam juga mengalami peningkatan ekspor ke sejumlah negara seperti India, Korea Selatan, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Sementara realisasi domestic market obligation atau DMO tercatat 5,9 juta ton atau 60,8% dari total penjualan, tumbuh 14 persen secara tahunan.
Kemudian, realisasi angkutan batu bara melalui jalur kereta api per Maret 2024 mencapai 8,4 juta ton atau meningkat 9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski sempat terdampak akibat robohnya girder pada proyek pembangunan jalan layang Bantaian pada Maret lalu, namun angkutan batu bara melalui jalur kereta api tetap menyentuh target.
Niko menyampaikan, salah satu tantangan bagi perseroan tahun ini adalah koreksi harga batu bara dan fluktuasi pasar. Rata-rata indeks harga batu bara ICI-3 terkoreksi sekitar 21 persen secara tahunan dari USD 100,44 per ton pada Januari hingga Maret 2023 menjadi USD 78,9 per ton. Sedangkan, rata-rata indeks harga batu bara Newcastle terkoreksi 49 persen secara tahunan menjadi USD 125,76 per ton.
Oleh karena itu, PTBA menyebut akan terus memaksimalkan potensi pasar di dalam negeri serta peluang ekspor untuk mempertahankan kinerja baik. Di samping itu, juga konsisten mengedepankan cost leadership di setiap lini perusahaan.
"Sehingga, penerapan efisiensi secara berkelanjutan dapat dilakukan optimal," tutur Niko.
Perseroan juga berharap agar pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP) dapat segera terealisasi. Setelah realisasi, diharapkan dapat berdampak baik bagi kinerja keuangan Bukit Asam.
Pilihan Editor: Menaker Sebut Masa Depan Buruh RI tergantung Kompetensi dan Daya Saing