TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Bursa Efek Indonesia atau BEI menyebutkan emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex berpotensi dihapus dari pencatatan atau delisting. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI, Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI, Irvan Susandy.
Pasalnya, perusahaan dengan kode saham SRIL itu telah disuspensi di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 dan kini memasuki bulan keenam tak diperdagangkan. "Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023," kata BEI dalam pengumumannya, dikutip Ahad, 21 November 2021.
Baca Juga: Sritex Targetkan Dana IPO Rp 1,5 Triliun
Peraturan Bursa No I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) menyebutkan BEI dapat menghapus pencatatan saham perusahaan karena dua alasan.
Pertama, sesuai ketentuan III..3.1.1, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat. Pengaruh negatif yang dimaksud baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Baca Juga: Bagaimana Sritex Terjerat Utang Rp 17 triliun
Kedua, ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Saat ini, kepemilikan saham publik di SRIL mencapai 8,15 miliar saham atau 39,89 persen dari jumlah seluruh saham SRIL. Sementara sisanya 59,03 persen dimiliki oleh PT Huddleston Indonesia, 0,52 dimiliki Iwan Kurniawan, 0,00 persen atau 740.000 saham dimiliki Vonny Imelda Lukminto.