Tapi karena program ini bersifat deklaratif atau pernyataan pengungkapan aset, maka prosesnya hanya akan dijalankan secara online. Selain lebih mudah dan efisien, juga bertujuan untuk mengurangi interaksi wajib pajak dengan petugas pajak.
Dalam acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menjelaskan dua skema Tax Amnesty yang bakal dijalankan pada 2022. Berikut rincian dan perbedaannya:
Kebijakan I
Kebijakan pertama dengan suubjek wajib pajak orang perorang dan badan peserta tax amnesty 2016-2017. Basisnya yaitu aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti tax amnesty. Tarifnya ada tiga yaitu:
11 persen untuk deklarasi luar negeri (LN)
8 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN)
6 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi, atau energi terbarukan
"Ini semua rate (tarif) nya di atas yang sudah berlaku pada tax amnesty yang pertama, untuk bisa menunjukkan bahwa kita tetap memberikan kesempatan, namun untuk keadilan, tarifnya di atas TA (Tax Amnesty) yang sebelumnya," kata Sri Mulyani.
Kebijakan II
Kebijakan kedua dengan suubjek wajib pajak orang perorang. Basisnya yaitu aset perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2020. Tarifnya juga ada tiga yaitu:
18 persen untuk deklarasi luar negeri (LN)
14 persen untuk aset LN repatriasi dan aset dalam negeri (DN)
12 persen untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN), hilirisasi, atau energi terbarukan.
BACA: UU HPP Diklaim Tingkatkan Pendapatan Pajak hingga Rp 160 T pada 2023