TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah membutuhkan investasi senilai US$ 540 juta atau Rp 7,8 triliun (kurs Rp 14.500) untuk membangun Satelit Republik Indonesia atau SATRIA I. Pendanaan dipakai untuk membiayai komponen, baik pembuatan satelit, roket peluncur, IP hub, sistem monitor, hingga stasiun bumi.
“Saat ini total pendanaan atau financing closure dari biaya investasi sebesar US$ 540 juta sudah selesai dan proses produksi sedang berjalan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerald Plate saat dihubungi melalui perpesanan instan, Rabu, 18 Agustus 2021.
Johnny menjelaskan sumber pendanaan proyek SATRIA I berasal dari berbagai lembaga pembiayaan kredit internasional, seperti Banque Publique D'investissement atau BPI France dan Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) Cina. Pendanaan juga bersumber dari perbankan, seperti Korea Development Bank, HSBC, dan Banco Santander.
Menurut Johnny, besaran investasi yang disediakan beragam sesuai dengan kebutuhan proyek dan kesepakatan bersama pemerintah. Ia memastikan dukungan pendanaan akan memperlancar proyek pembuatan satelit tersebut.
Proyek Satelit SATRIA I dibangun melalui perjanjian kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBBU. Penanggung jawab proyek ini adalah Kominfo bersama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (BAKTI). Sedangkan badan usaha pelaksananya ialah PT Satelit Nusantara Tiga.
Adapun proyek ini telah menunjuk konsultan pengawas independen, yakni PT Surveyor Indonesia dan penjamin infrastruktur melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII). Berdasarkan linimasa pembangunan SATRIA, pada Maret 2021, tahap pembangunan satelit memasuki financial close dan pada tahun yang sama mulai dibangun Stasiun Bumi di sebelas lokasi.
Stasiun Bumi berada di Cikarang, Batam, Pontianak, Banjarnegara, Tarakan, Manado, Manokwari, Ambon, Kupang, Timika, dan Jayapura. Sedangkan pada pertengahan tahun depan, akan dilakukan penyatuan antara payload procurement dan propulsion unit procurement.
SATRIA I akan beroperasi secara komersial pada 17 November 2023. Setelah beroperasi, satelit ini akan menjangkau 150 ribu titik layanan publik dengan total jangkauan 116 spotbeam dan memiliki total kapasitas 150 Gbps. Satelit ini diklaim memiliki teknologi digital processing termutakhir dan merupakan Satelit Spacebus Neo 6 tingkat pertama di Asia.
Baca Juga: Pembangunan Satelit SATRIA Libatkan Kontraktor Asing, Ada Perusahaan Elon Musk