TEMPO.CO, Jakarta – Nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu, 9 Juni 2021, ditutup melemah tipis dua poin di level Rp 14.255. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan mata uang garuda dipengaruhi respons negatif pelaku pasar terhadap cadangan devisa pada Mei lalu yang turun ke level terendah tahun ini.
“Sehingga wajar kalau arus modal keluar dari pasar dalam negeri. Namun, pengeluaran arus modal masih bisa tertahan karena kondisi fundamental ekonomi yang terus stabil,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Rabu sore, 9 Juni.
Berdasarkan data terakhir, cadangan devisa pada Mei 2021 turun US$ 2,5 miliar menjadi US$ 136,4 miliar dari bulan sebelumnya. Adapun pada April lalu, cadangan devisa masih di posisi US$ 138,8 miliar. Penurunan cadangan devisa kali ini menjadi yang paling dalam sejak pandemic Covid-19 atau Maret 2020.
Tak hanya terpengaruh cadangan devisa, rupiah melemah lantaran adanya rencana kenaikan tariff PPN dari 10 persen menjdi 12 persen. Kenaikan tarif pajak ini akan berdampak bagi menurunnya daya beli masyarakat di tengah krisis yang masih berlangsung.
Kebijakan itu dinilai bertentangan dengan kondisi sulit yang dihadapi masyarakat karena akan membuat harga-harga kebutuhan semakin meningkat. “Jadi kalau ada kenaikan PPN, ini akan mengakibatkan kenaikan (harga) berbagai rantai pasokan produksi maupun rantai pasokan distribusi,” ujar Ibrahim.
Selain faktor internal, pergerakan mata uang rupiah terhadap dolar juga terpengaruh sentimen investor yang masih menunggu data inflasi Amerika Serikat. Beberapa investor memperkirakan inflasi Amerika Serikat yang lebih tinggi dari perkiraan dapat mendorong bank sentral mulai mengurangi pembelian aset mereka dan memberikan dorongan pada posisi dolar.
Investor juga melihat tren lowongan kerja JOLTs pada April yang sudah meningkat menjadi 9,286 juta, lebih tinggi dari perkiraan 8,3 juta yang dirilis oleh Investing.com. Angka lowongan kerja itu juga lebih tinggi dari Maret yang sebesar 8,288 juta.