- 2 Juli 2020, sidang putusan
Pada Kamis petang, 2 Juli 2020, Majelis Komisi yang dipimpin Dinni Melanie memutuskan Grab dan TPI bersalah atas perkara ini. Dalam amar putusannya, kedua perusahaan dinilai telah melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Majelis menilai bahwa perjanjian kerja sama penyediaan jasa dalam hal ini Grab dan TPI bertujuan untuk menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia.Poin yang disebut dalam persidangan, Grab telah memberikan order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya. Kondisi ini pun disinyalir mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI.
Majelis Komisi menilai tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Praktik tersebut juga telah mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU kemudian memberikan sanksi denda Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas Pasal 19(d). Sedangkan TPI dikenakan denda Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.
- 3 Juli 2020, Grab mengungkapkan rencana ajukan langkah hukum lanjutan
Sehari setelah putusan dibacakan, Grab melalui kuasa hukumnya, Hotman Paris, menyatakan akan segera mengajukan langkah hukum lanjutan ke pengadilan negeri. “Kami akan mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," tuturnya.
Hotman menilai, putusan KPPU merupakan preseden buruk. Musababnya, dalam persidangan beberapa watu lalu, koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI menyatakan bahwa perusahaan tidak pernah melakukan diskriminasi.
Di samping itu, Hotman memandang putusan dengan denda yang fantastis yang dibebankan saat masa pandemi tidak mempertimbangkan landasan hukum yang jelas. Padahal, kata dia, perusahaan yang merupakan kliennya itu saat ini merupakan salah satu sektor yang sangat terdampak imbas Covid-19.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA