TEMPO.CO, Jakarta - Dolar Amerika Serikat anjlok di hadapan mata uang utama setelah kemunculan optimisme pada perkembangan hubungan perdagangan antara AS dan China. Namun, greenback masih dalam jalurnya untuk mencatatkan kinerja tahunan terkuat dalam 3 tahun terakhir.
BACA: Kurs Rupiah Melemah ke 14.599 per Dolar AS Usai Libur Natal
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sejumlah mata uang utama, tercatat turun 0,25% pada perdagangan Selasa 1 Januari 2019, menjadi 95,92 poin.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa meredanya tensi perang dagang dan kondisi politik di AS setelah adanya government shutdown masih memengaruhi kondisi psikologis pelaku pasar.
“Selain itu, sentimen lain datang dari harga minyak mentah dunia yang masih berada di bawah level US$50 per barel,” ungkapnya, dikutip dalam riset, Selasa 1 Januari 2019.
Kepala strategi forex di Scotiabank Toronto Shaun Osborne mengatakan bahwa dolar AS mengakhiri tahun dengan pelemahan bersama dengan pasar saham global yang sepi lantaran beberapa sudah menutup perdagangan sebelum akhir tahun.
Ekuitas di seluruh dunia pada penutupan 2018 yang melambung, dinilai sejumlah investor sebagai petunjuk perkembangan hubungan dagang antara AS dan China yang sepanjang 2018 telah membawa kerugian hampir di seluruh pasar global.
Sentimen risiko sedikit mereda ketika Trump mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan diskusi yang cukup baik dengan Presiden China Xi Jinping untuk membicarakan perdagangan dan mengklaim adanya “perkembangan besar”.
Kedua negara telah terlibat dalam perang dagang sepanjang 2018, menggemparkan pasar finansial dunia karena aksi saling balas tarif yang mengganggu alur perdagangan barang konsumsi bernilai miliaran dolar AS dari kedua negara.
Pelemahan dolar AS itu juga kemudian memberikan keuntungan pada nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan pada penutupan perdagangan Senin (31/12).
Pada penutupan perdagangan Senin (31/12) menjelang libur tahun baru, rupiah menguat tajam 178 poin atau 1,23% di level Rp14.390 per dolar AS. Sepanjang 2018 berjalan, mata uang Garuda mencatatkan pelemahan 6,48% di hadapan dolar AS.
Martin Singgih, analis SeputarForex memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak dikisaran Rp14.400 – Rp14.650 selama sepekan ke depan. Pergerakan rupiah selanjutnya akan menantikan perilisan data nonfarm payroll (NFP) AS Desember, dan data PMI, serta CPI Indonesia pada 2 Januari.
Pada penutupan di akhir transaksi 2018, kurs dolar berada di posisi terkuat sejak tahun 2016 yang berada di level kisaran Rp 13.900.
BACA: Ekonomi AS Melesu, Rupiah Menguat ke 14.564 per Dolar AS
Dengan dolar AS yang menutup tahun di posisi yang relatif kuat, nilainya yang dianggap mahal, pasar ekuitas yang lesu, peluang kenaikan suku bunga dari Federal Reserve AS sepanjang tahun ini masih akan menjadi faktor penekan laju penguatan dolar AS.