TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris perusahaan PT Istaka Karya (Persero) Yudi Kristanto membantah nominal santunan yang diberikan kepada ahli waris korban penembakan kelompok bersenjata di Papua senilai Rp 24 juta.
BACA: Keluarga Korban di Papua Tolak Santunan Istaka Karya Rp 24 Juta
Menurutnya, jumlah tersebut bukanlah keseluruhan santunan yang akan diterima keluarga korban. Ia mengatakan santunan Rp 24 juta hanya penjabaran dari peraturan tenaga kerja.
"Diskusi tersebut tiba-tiba dipotong oleh pihak ahli waris tanpa mendengarkan penjelasan lebih rinci dari pihak perusahaan, kata Yudi saat dihubungi tempo via telepon, 7 Desember 2018.
Menurutnya uang Rp 24 juta itu belum final sebagai total santunan yang akan diberikan PT Istaka Karya kepada keluarga korban penembakan.
Ia sangat menyesalkan diskusi yang berakhir adu mulut antara pihak PT Istaka Karya dengan keluarga korban. Yudi mengatakan santunan yang akan diterma berasal dari perusahaan dan tali kasih Kementerian BUMN. “Untuk nominalnya kami belum merincikan, yang jelas lebih dari Rp 24 juta,” tutup Yudi.
BACA: Pekerja Istaka Karya Ditembak, Mengenal Proyek Trans Papua
Sebelumnya diberitakan proses negosiasi hari ini antara PT Istaka Karya dengan keluarga dari karyawannya yang menjadi korban tewas akibat dibunuh kelompok kriminal separatis bersenjata atau KKSB di Papua berjalan alot. Keluarga korban menolak dengan besaran santunan Rp 24 juta yang diberikan perusahaan pelat merah itu.
Keterangan lokasi kejadian pembunuhan pekerja Istaka Karya di Papua dalam konpers di Media Center Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa, 4 Desember 2018. Dikabarkan terdapat dua karyawan PT Istaka Karya yang berhasil selamat setelah melarikan diri saat penyerangan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Rincian besar santunan yang disanggupi Istaka Karya tersebut yaitu uang duka sebesar Rp 16,2 juta, santunan sebesar Rp 4,8 juga dan penggantian biaya pemakaman sebesar Rp 3 juta. Sontak pertemuan antara Istaka Karya dengan keluarga korban di hanggar bandara Mozes Kilangin Timika, Kabupaten Mimika, Papua, memanas.
Keluarga korban marah ketika mendengar penjelasan perwakilan perusahaan bahwa jumlah tersebut sesuai dengan peraturan yang mana peristiwa itu tidak masuk dalam kategori kecelakaan kerja. Pasalnya, peristiwa tersebut terjadi ketika pekerja sedang beristirahat.
Kemarahan keluarga semakin memuncak bahkan sempat terjadi adu mulut ketika Kepala Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional atau BBPJN Wilayah Papua Osman Marbun mempertanyakan status peserta negosiasi. Bahkan dalam adu mulut, Osman mengatakan bahwa pihaknya yang sudah payah mengambil "barang" (jenazah) dari dalam hutan. "Itu bukan barang, itu manusia. Kenapa kau bilang itu barang?" kata keluarga korban, Jumat, 7 Desember 2018.
Untuk meredam suasana, Osman kemudian dibawa keluar dari tempat negosiasi. Negosiasi yang berjalan hampir dua jam tersebut terpaksa dihentikan sementara dan akan dilanjutkan setelah istirahat sejenak.
Sementara itu, perwakilan keluarga korban tetap bersikeras bahwa peristiwa yang terjadi masuk dalam kategori kecelakaan kerja. Samuel, salah satu keluarga korban menilai besar santunan yang disanggupi PT Istaka Karya sangat minim bahkan tidak wajar. Ia berharap agar pihak perusahaan bisa mempertimbangkan permintaan keluarga untuk dapat memberikan santunan dalam jumlah yang wajar.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Musthofa Kamal sebelumnya menyebutkan sejumlah pekerja Istaka Karya diduga dibunuh kelompok bersenjata pada 2 Desember 2018. Para pekerja PT Istaka Karya (Persero) itu sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua.
SURTI RISANTI | MARTHA WARTA SILABAN | ANTARA