Hal itu, menurut Erani, mampu memperbaiki daya saing ekonomi, terbukti peringkat memulai usaha (cost of doing business) yang dirilis oleh Bank Dunia menunjukkan perbaikan. “Pada 2017, Indonesia sudah berada pada peringkat 72 dari posisi 120 pada 2014,” ujarnya.
Erani menjelaskan, dari sisi internal, pemerintah sudah melakukan deregulasi dan debirokratisasi, sehingga dapat memperbaiki daya saing bangsa. Sementara dari sisi eksternal, pemerintah sangat aktif dalam forum ekonomi internasional.
Lewat forum-forum itu pula, kata Erani, pemerintah dapat mengomunikasikan kondisi fundamental ekonomi nasional. “Lembaga dunia pun mengapresiasinya lewat peringkat utang dan investasi Indonesia yang semakin baik.”
Terkait dengan kemandirian ekonomi, Erani menjelaskan, pemerintah sudah berhasil menjaga defisit Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara jauh di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB. Rasio utang pun bergerak di bawah level yang masih aman.
Suasana perkampungan kumuh dikawasan Kebun Melati, Tanah Abang, Jakarta, 16 September 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari September 2014 ke Maret 2015 bertambah 0,86 juta orang menjadi 28,59 juta orang. Tempo/ Aditia Noviansyah
Tren perekonomian terus naik dengan angka pertumbuhan 5,01 persen di 2014 dan pada akhir tahun 2018 ini ditargetkan bisa mencapai 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi itu membaik itu karena sejak 2004 untuk pertama kalinya diiringi penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sekaligus.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan peran BUMN dalam pembiayaan perekonomian sehingga pilihan-pilihan dan sumber pembiayaan negara semakin beragam. “Yang terbaru adalah pemerintah sudah berhasil mengembalikan aset bangsa dari perusahaan multinasional, untuk dikelola oleh BUMN, seperti Freeport dan Blok Rokan,” kata Erani.
Meski begitu, sejumlah pihak masih mempertanyakan pencapaian Nawacita selama empat tahun Jokowi dan Jusuf Kalla menjalankan pemerintahan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyayangkan pemerintahan Jokowi lebih fokus dalam menggenjot infrastruktur, namun industri manufakturnya loyo bahkan tumbuh hanya 3,9 persen pada kuartal II 2018.
Hal ini, menurut Bhima, yang kemudian memicu defisit transaksi berjalan adalah tingginya defisit neraca perdagangan akibat lonjakan impor akibat tingginya impor bahan baku dan barang modal. Impor terpaksa dilakukan karena struktur industri nasional yang belum diperbaiki
Sementara itu Sosiolog Universitas Gadjah Mada Arie Sujito menyoroti pemerataan dan keberlanjutan dalam mengelola sumber daya. Sebab, sejauh ini, ia menilai implementasi pembangunan infrastruktur yang masif sudah dinikmati oleh kalangan atas.
Pekerjaan besarnya adalah mendorong pemanfaatan yang lebih besar bagi kelompok menengah ke bawah sehingga menggerakkan ekonomi mereka. "Capaian-capaian Nawacita berhasil, tapi birokrasi kita tidak sepenuhnya mampu mendorong ke sana. Banyak ide-ide brilian yang belum berhasil diperjuangkan," kata Arie.