TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak mengingatkan agar pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan Jusuf Kalla tak larut dalam upaya menggenjot pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif sepanjang empat tahun belakangan ini. Pasalnya, masih banyak aspek Nawacita lainnya yang belum optimal diimplementasikan, sementara waktu tersisa pemerintahan kurang dari satu tahun lamanya.
Baca: Jokowi Kucurkan Rp 400 Triliun Danai Infrastruktur 2018
Dalam Nawacita yang disorongkan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla dalam pemerintahannya 2014-2019 ini, setidaknya ada tiga program terkait ekonomi di dalamnya. Ketiga program itu tersebar di poin 3,6 dan 7. Poin pertama Nawacita yang terkait bidang ekonomi adalah: membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Adapun poin kedua adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Sementara poin ketiga adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Dalam pemerintahan Jokowi tak sedikit upaya perbaikan produktivitas melalui pembangunan infrastruktur dilakukan. Mulai dari jalan yang dibangun hingga mencapai 3.432 km, jalan tol 947 km, dan jembatan mencapai 39,798 km.
Tak hanya itu, ada sekitar 12 bandara yang telah selesai serta pemeliharaan dan pengembangan untuk lebih dari 400 bandara. Belum lagi jalan tol, pelabuhan, rel kereta api, irigasi, bendungan, embung, listrik dan sebagainya.
Staf Khusus Kepresidenan Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menyebutkan pembangunan infrastruktur digenjot di wilayah Indonesia bagian timur dan perdesaan intinya tidak cuma menafkahi kebutuhan pertumbuhan. "Tetapi juga menyantuni mandat pemerataan," katanya.
Infrastruktur juga diyakini memiliki elastisitas tertinggi sebagai pengungkit investasi, yang pada gilirannya akan menyokong pertumbuhan ekonomi sampai 25-30 tahun ke depan. Jadi, sampai periode itulah pertumbuhan dapat disangga sehingga bisa dikatakan pemerintah tak hanya berpikir dalam jangka pendek atau menengah, tetapi juga memikirkan kepentingan jangka panjang. “Ini bakal menjadi standar kerja suatu pemerintahan,” kata Erani.
Erani menambahkan, selama empat tahun belakangan ini pemerintah telah berupaya memperbaiki produktivitas rakyat di antaranya dengan melakukan 8 hal. Kedelapan hal itu adalah dengan menjaga daya beli masyakarat melalui inflasi rendah, restrukturisasi belanja negara dari belanja nonproduktif (BBM) ke belanja infrastruktur (belanja modal), memastikan realisasi dana desa sesuai target dan memberi beasiswa LPDP untuk perbaikan kualitas SDM.
Selain itu pemerintah menerapkan kebijakan BBM satu harga, peningkatan rasio elektrifikasi, meningkatkan peranan BUMN sebagai agent of development, serta menjamin akses lebih luas kepada golongan berpenghasilan kecil lewat lembaga mikro nelayan dan kartu tani. Dari sisi internal pemerintah juga melakukan deregulasi dan debirokratisasi sehingga dapat memperbaiki daya saing bangsa.