TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan pergerakan rupiah akan tertekan pekan depan. Bhima memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.900 - Rp 14.950 per dolar Amerika Serikat.
Baca: Suku Bunga The Fed Naik, Rupiah Jeblok ke Rp 14.908 per Dolar AS
Bhima mengatakan faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pergerakan rupiah pekan depan.
"Kenaikan harga minyak mentah hingga US$ 82 per barel atau melonjak 23,1 persen (year to date) disebabkan oleh berkurangnya pasokan paska boikot minyak Iran yang diserukan Trump," kata Bhima saat dihubungi, Ahad, 30 September 2018.
Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, kata Bhima, naiknya harga minyak dapat menyebabkan defisit migas yang semakin lebar. Menurutnya permintaan dolar secara alamiah akan terus meningkat.
"Wacana kenaikan harga BBM pun menjadi momok inflasi hingga akhir tahun 2018," kata Bhima.
Menurut Bhima kondisi eksternal diperparah oleh deadlock anggaran belanja pemerintah Italia. Hal ini, ujar Bhima dapat menimbulkan ketegangan di daerah Uni Eropa paska krisis utang tahun 2013 lalu.
"Ditambah ketidakpastian Brexit di bawah pemerintahan Theresa May menimbulkan pelemahan Euro terhadap dolar AS sebesar 1,29 persen seminggu terakhir," ujar Bhima.
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di angka Rp 14.929 pada Jumat, 28 September 2018. Angka tersebut menunjukkan pelemahan 10 poin dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 14.919 pada penutupan Kamis, 27 September 2018.
Sedangkan pada 28 September 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah, yaitu Rp 15.004 dan kurs beli Rp 14.854.