TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan alasan rupiah sempat melemah hingga ke level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat di hadapan para generasi milenial. Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat menjadi pembicara dalam acara Gelar Wicara bertajuk "Kita untuk Pembangunan Indonesia” di Cinema XXI Epicentrum Walk, Jakarta Selatan, Sabtu, 29 September 2018.
BACA: Gempa Palu, Sri Mulyani: Pemerintah Siapkan Dana Rp 560 Miliar
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini, rupiah yang melemah salah satunya dipengaruhi oleh rentang nilai inflasi yang cukup lebar antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Hal ini, kata Sri Mulyani, menyebabkan nilai tukar menjadi terkoreksi.
"Dalam hal ini saja bisa sebabkan rupiah terkoreksi. Supaya persisting rupiah harus turun, ini maksudnya perbedaan daya beli lewat inflasi," kata Sri Mulyani kepada ratusan anak muda milenial.
Perempuan yang akrab disapa Ani ini juga menjelaskan rupiah yang terus melemah karena faktor supply dan demand terhadap dolar AS untuk kepentingan ekspor dan impor. Atau, kata dia, mengenai kondisi neraca perdagangan ekspor dan impor Indonesia.
Sri Mulyani menjelaskan saat ini rupiah melemah karena nilai perdagangan impor lebih tinggi dibandingkan ekspor dalam neraca perdagangan. Akibatnya, permintaan dolar menjadi lebih banyak dibandingkan pasokan yang diterima. Sehingga menyebabkan nilai tukar melemah karena dolar cenderung menjadi langka di Indonesia.
"Selain itu, nilai capital in flow atau arus dana yang masuk ke Indonesia di saat bersamaan juga berkurang. Kondisi inilah yang menyebabkan nilai tukar rupiah ikut melemah," kata Bendahara Negara ini.
Sri Mulyani juga menjelaskan, dari faktor global rupiah ikut melemah karena kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau The Fed. Belum lagi, lanjut Ani, saat ini Amerika Serikat juga melakukan pengetatan likuiditas sehingga keberadaan dolar menjadi berkurang di dunia. Kondisi inilah yang ikut menyumbang penguatan dolar AS sehingga rupiah ikut melemah.