TEMPO.CO, Jakarta - Laju Rupiah pada pekan depan, 12-16 Februari 2018, diprediksi tak jauh beda dengan pekan sebelumnya, yang masih akan terdepresiasi. Analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan masih adanya sentimen negatif dari terapresiasinya dolar Amerika Serikat atau dolar AS membuat pergerakan rupiah diprediksi tertahan kenaikannya.
Karena itu, kata Reza, rupiah diperkirakan cenderung masih berada di zona merah. "Meningkatnya permintaan US$ seiring dengan kekhawatiran akan naiknya tingkat suku bunga The Fed secara agresif juga turut menahan laju rupiah," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 11 Februari 2018.
Baca: Pekan Depan Perdagangan IHSG Masih Dibayangi Aksi Jual
Pekan depan, laju rupiah diperkirakan akan berada pada rentang support 13.651 dan resisten 13.615. Diharapkan volatilitas dolar Amerika mulai mereda di pekan depan sehingga rupiah berkesempatan berbalik naik.
"Tetap cermati dan waspadai berbagai sentimen yang dapat menghalangi potensi penguatan lanjutan pada rupiah, terutama dari imbas rilis data-data ekonomi pada pekan depan," kata Reza.
Pada perdagangan di pasar valas sebelumnya, laju rupiah masih terdepresiasi karena terapresiasinya dolar Amerika seiring meningkatnya permintaan aset-aset safe heaven di pasar valas. Adapun nilai tukar rupiah melemah 1,30 persen dari sebelumnya melemah 3,18 persen.
Pada pekan kemarin, laju rupiah sempat melemah ke level 13.648 atau di bawah sebelumnya di level 13.450. Sedangkan level tertinggi yang dicapai berada di angka 13.446 atau di bawah level sebelumnya di level 13.301. Laju rupiah kemarin juga tercatat bergerak di bawah target support 13.456 dan di bawah resisten 13.438.
Menurut Reza, pelemahan ini sejalan dengan komentar Bank Indonesia yang menyebutkan depresiasi nilai tukar rupiah pada Kamis, yang menembus level Rp13.600, masih tergolong dinamika normal. Sebab, pelaku pasar melakukan penyesuaian untuk menghadapi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, yang diperkirakan terjadi pada Maret 2018.