TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pedagang Surat Utang hari ini menerbitkan pedoman standar pasar atau market standard untuk transaksi repo atas efek bersifat utang. Otoritas Jasa Keuangan atau OJK berharap penerbitan pedoman standar pasar itu dapat mendorong likuiditas pasar repo, pengembangan pasar modal, dan peningkatan sektor riil.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan penerbitan standar pasar ini bertujuan mendorong pengembangan sumber pembiayaan alternatif dan mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman bank. "Pasar repo yang berkembang akan menjadikan pasar obligasi lebih aktif dan likuid, mendukung pengembangan produk derivatif efek bersifat utang sebagai sarana hedging, serta menyediakan alternatif bagi investor," ucapnya.
Dia berujar, transaksi repo pada 2017 naik menjadi Rp 305,21 triliun dibanding tahun 2016 sebesar Rp 263,17 triliun. "Rata-rata harian nilai transaksi repo juga mengalami kenaikan dari Rp 1,10 triliun menjadi Rp 1,28 triliun," tutur Hoesen di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, pada Jumat, 12 Januari 2018.
Hoesen mengatakan peningkatan aktivitas ini ditopang oleh likuiditas transaksi obligasi. Otoritas mencatat, arus modal nonresiden yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara meningkat dari Rp 107,3 triliun pada 2016 menjadi Rp 170,3 triliun tahun 2017 dengan diiringi penurunan yield.
Rata-rata yield obligasi pemerintah turun sebesar 1,41 persen dari 8,10 persen pada 2016 menjadi 6,69 persen tahun 2017. Hoesen berujar, rata-rata yield obligasi korporasi rating A secara year-on-year juga turun 1,65 persen dari 10,72 persen menjadi 9,07 persen pada 2017.
"Kinerja pasar obligasi yang meningkat pada 2017 tercermin pula dari kenaikan rata-rata harian nilai transaksi obligasi sebesar 5,89 persen dari Rp 15,77 triliun pada 2016 menjadi Rp 16,7 persen tahun 2017," ucap Hoesen.