TEMPO.CO, Sidoarjo - Dua tahun beroperasi 24 jam sehari, PT Lapindo Brantas. berusaha menormalkan produksi gas seperti sebelum terjadi semburan lumpur di wilayah kerjanya di Sidoarjo, Jawa Timur, Mei 2006. “Target kami mengembalikan kejayaan Lapindo,” kata Vice President Lapindo, Christianto Budi Santoso di kantor Lapindo di Wunut, Sidoarjo, Selasa, 7 November 2017.
Target itu diusahakan tercapai secara bertahap setelah mendapat izin berkegiatan di malam hari. Dari semula produksi 2 mmscfd (Million Standard Cubic Feet per Day) per hari, kini Lapindo telah memproduksi gas sebanyak 10 mmscfd dari sumur Wunut dan Tanggulangin. Pada Desember 2017, Lapindo mentargetkan memproduksi gas sebanyak 20 mmscfd per hari dengan memaksimalkan sumur-sumur yang ada.
Baca: 10 Tahun Lumpur Lapindo, Bupati Sidoarjo
Pada Oktober 2018, produksi gas ditargetkan menjadi 40 mmscfd per hari dari sumur di Tanggulangin dan pengeboran dua sumur baru di Sidoarjo. Sedangkan pada Desember 2019, target produksi meningkat lebih dari 100 persen, yakni 85 mmscfd. Target produksi ini akan dicapai selain mengoptimalkan sumur lama juga dengan mengebor sumur baru di Kedaton, Sidoarjo yang diperkirakan akan memproduksi gas dengan kapasitas 60 mmscfd per hari.
Target produksi gas disesuaikan dengan permintaan pasar. Produksi akan ditambah jika permintaan bertambah. “Kalau tidak ada permintaan, produksi tidak akan ditambah, sesuai perintah SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi Migas).”
Baca juga: 11 Tahun Lumpur Lapindo, 84 Korban Belum ...
Menurut Christianto, tak mudah meyakinkan pembeli setelah lumpur menyembur di wilayah kerjanya. Awalnya mereka tidak yakin bahwa Lapindo sudah bisa memproduksi lagi. “Perlu waktu untuk meyakinkan pembeli bahwa kami telah berproduksi.”
Setelah lumpur menyembur di wilayah pengeboran Lapindo, perusahaan ini berfokus pada penanganan masalah sosial. “Mulai 2016 kami mulai berlatih berjalan kembali setelah tidur panjang dan bangun perlahan-lahan,” ujar Christianto.
Ia mengakui masih adanya penolakan dari masyarakat di sekitar sumur-sumur produksi. “Resistensinya tinggi,” kata Christianto.