TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat pagi, bergerak menguat tipis sebesar tiga poin menjadi Rp 13.461 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.464 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara dari kurs tengah BI saat ini kurs rupiah ada di level Rp 13.485 per dolar AS.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa nilai tukar rupiah bergerak positif terhadap dolar AS seiring dengan sentimen dari dalam negeri yang cenderung positif. "Indeks Keyakinan Konsumen yang meningkat menjaga kepercayaan pasar terhadap ekonomi nasional," katanya, seperti dikutip dari Antara.
Baca: Mayoritas Mata Uang Asia Menguat, Rupiah Melemah
Bank Indonesia mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2017 sebesar 123,8, lebih tinggi dari 121,9 pada Agustus 2017. Meningkatnya optimisme konsumen tersebut terutama didorong oleh ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha.
Kendati demikian, lanjut Reza, penguatan rupiah relatif terbatas menyusul harga minyak mentah dunia yang mengalami pelemahan. Melemahya harga minyak mentah dunia cukup mempengaruhi pergerakan mata uang komoditas.
Terpantau harga minyak jenis WTI Crude melemah 0,18 persen menjadi US$ 50,7 per barel, dan Brent Crude turun 0,16 persen menjadi US$ 56,91 per barel.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova menambahkan bahwa sentimen The Fed yang merencanakan untuk menaikan suku bunganya pada akhir tahun ini turut menjadi faktor penahan rupiah untuk terapresiasi lebih tinggi.
Belum lagi, kata Rully, sentimen mengenai rencana Presiden AS Donald Trump yang merencanakan pemangkasan pajak perusahaan di Amerika Serikat secara tak langsung bakal menahan penguatan kurs rupiah. "Sentimen-sentimen itu dinilai dapat mendorong ekonomi AS yang akhirnya dapat memicu permintaan dolar AS," ujar Rully.
ANTARA