TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah. Salah satunya adalah pembebasan Pajak Penghasilan (PPN) bagi gula tani yang sebelumnya diusulkan sebesar 10 persen.
Menurut Ketua Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, gula tani harus dibebaskan dari pengenaan PPN sampai tingkat konsumen seperti beras, jagung, dan kedelai, karena gula termasuk bahan pokok yang bersifat strategis.
“Ada beban PPN 10 persen kepada petani memang tidak banyak. Tapi jika jatuh kepada pedagang maka pedagangnya akan membebankan kepada petani. Pada saat produksi kita gini (turun) dan kondisi gula tanaman juga turun, mmaka pemungutan PPN akan membuat petani pendapatnnya berkurang, malah rugi,” tutur Soemitro Samadikoen dalam acara Rapat Kerja Nasional APTRI di Hotel Acacia. Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juli 2017.
Menurut Soemitro, sampai saat ini pedagang gula masih takut membeli gula tani karena khawatir akan menanggung PPN, walaupun sudah ada penegasan dari Direktorat Jenderal pajak bahwa petani yang omsetnya di bawah Rp 4,8 miliar tidak dikenakan PPN.
Menurut Soemitro, harga pokok penjualan (HPP) gula tani, yang ditetapkan pemerintah sejak tahun lalu tetap berada di kisaran Rp 9.100. Padahal menurut mereka, HPP sebenarnya yang tepat menurut mereka adalah di atas Rp 9.500. “Kita harus hindari harga gula tidak jatuh minimal 9.500 per kilogram. Kalau dari situ HPP lebih tinggi, itu tidak akan jatuh dan kita akan lebih terselamatkan."
Oleh karena itu, dalam rapat kerja hari ini mereka meminta agar revisi Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang penetapan bahan pokok strategis secepatnya bisa dirampungkan dan gula tani bisa masuk, sehingga ada kepastian bahwa gula tani benar-benar tidak dikenakan PPN sampai tingkat konsumen.
Sebelumnya pada 13 Juli lalu APTRI juga telah bertemu dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk membahas agar gula tani dibebaskan dari pengenaan PPN. “Oleh karena itu, harus lebih jelas dan tegas sesuai janji bahwa beliau akan mengusulkan gula petani masuk dalam bahan pokok, tapi bukan kena pajak yang bersifat strategis, sehingga penyerahannya tidak terhutan PPN, demikian sampai di manapun juga tidak kena PPN,” kata Soemitro.
Ia menambahkan, total produksi gula petani tahunan sebesar 1,2 hingga 1,5 juta ton. Jika harga gula diumpamakan Rp 10.500, dikalikan total produksi Rp 1,5 juta, maka dihasilkan sekitar Rp 20 triliun, dan jika dikalikan dengan PPN 10 persen maka diperoleh hasil Rp 1,5-2 triliun. “Maka buat APBN yang Rp 2000an triliun itu relatif kecil, jadi kenapa harus dikenai PPN?” tuturnya.
Menurut Soemitro, berdasarkan kesepakatan dari Dirjen Pajak dan petani gula, mereka tidak akan dikenakan PPN. Namun penentu kebijakan tetap berada di tangan Kementerian Keuangan. “Dia mengusulkan minggu ini terbit tentang gula tidak terhutang PPN, dan bukan barang kena PPN. Tapi petani enggak berani beli gula tani karena belum ada keputusan hitam di atas putih sebagai pegangan. Janji bukan dasar hukum dan yang benar harus ada surat yang terbit,” kata dia.
DESTRIANITA