TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Gula Indonesia memperkirakan produksi gula tahun ini turun 10 persen dibandingkan 2019. Pemerintah disarankan segera merealisasikan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan mencegah harga melambung.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat memprediksi produksi hanya 2,1 juta ton. Kemarau panjang yang terjadi selama dua tahun terakhir membuat produksi tahun ini bahkan tak bisa mencapai 2,2 juta seperti pada 2019. "Akibat pengaruh musim banyak tanaman yang mati dan replanting gagal," katanya di Jakarta, Rabu 12 Februari 2020.
Dengan rendahnya produksi, Budi menyatakan perlu ada impor gula putih sekitar 1,33 juta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga tahun ini yang diperkirakan mencapai 3,16 juta. Kuota impor tersebut sekaligus untuk memenuhi stok awal tahun 2021 sebelum musim giling tiba. Stok awal tahun ini tercatat sebanyak 1,7 juta ton untuk memenuhi kebutuhan produksi sampai Mei mendatang. "Defisit gula konsumsi langsung sebesar 29 ribu ton akan terjadi tahun ini jika tidak ada tambahan dari gula impor," kata dia.
Tenaga Ahli AGI Yadi Yusriadi menyatakan pemerintah harus segera memberi kepastian impor untuk menjaga harga di pasaran. Tanpa pasokan yang cukup, harga diprediksi melambung hingga tahun depan. "Saat tidak ada pasokan nanti akan jadi rebutan juga antara konsumen rumah tangga dan industri seperti restoran dan hotel," ujarnya.
Menurut dia, impor gula sebaiknya dimulai pada akhir musim giling 2020. Budi mengusulkan pengolahan gula untuk menjadi gula kristal putih prioritas pertama diberikan kepada pabrik gula berbasis tebu. Kebijakan ini diharapkan membantu keberlanjutan pabrik tersebut lantaran biaya bahan baku serta proses pengolahan gula mentah jauh lebih murah.
Selain mengandalkan impor, Yadi menyatakan sulit menambah produksi gula domestik. Ketersediaan lahan menjadi salah satu kendalanya. "Banyak lahan HGU yang ternyata tidak clean and clear, bermasalah dengan masyarakat sekitar," kata dia. Meski begitu, tahun ini diperkirakan ada perluasan areal tebu di luar Jawa sehingga total luasnya sekitar 420 ribu hektare.
Di sisi lain, perusahaan kesulitan merevitalisasi pabrik mereka untuk meningkatkan kapasitas. Yadi menyatakan banyak pabrik akan ditutup jika tak mampu revitalisasi.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdu Rochim menyatakan pihaknya telah mengirimkan rekomendasi ekspor gula untuk konsumsi sebanyak 495 ribu ton. "Rekomendasinya telah kami keluarkan sejak tahun lalu untuk kebutuhan Mei 2020 sebelum masa giling selesai," katanya.