TEMPO.CO, Jakarta - Naiknya rating dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P), diperkirakan bakal membawa dampak positif terhadap aliran investasi ke dalam negeri. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyebutkan, beberapa lembaga investasi di Amerika Serikat memprediksi dana sekitar US$ 5-10 miliar akan masuk ke Indonesia dalam 1-2 tahun ke depan.
"Itu ekivalen dengan Rp 70-130 triliun aliran modal yang masuk ke Indonesia berkat upgrade dari S&P," kata Thomas Lembong saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Mei 2017.
Baca: Realisasi Investasi Kuartal I 2017 Capai Rp 165,8 Triliun
Menurut Thomas, dampak dari kenaikan peringkat dari S&P tersebut tidak akan instan. Investor membutuhkan waktu untuk mempelajari cara-cara terbaik menanamkan modalnya di Indonesia. "Apakah obligasi, saham, dan lain-lain. Tapi, dalam 12-24 bulan ke depan, dampaknya akan signifikan," tuturnya.
Yang terpenting, menurut Thomas, pemerintah mesti menjaga momentum invetasi. Dia mengingatkan agar pemerintah tidak kendor dalam menggenjot investasi. "Kita mesti menggunakan perkembangan yang menggembirakan ini untuk terus mendorong reformasi-reformasi yang bisa menghasilkan upgrade lagi," katanya.
Baca: BKPM: RI Harus Manfaatkan Peluang di One Belt One Road
Thomas menuturkan, pemerintah tidak akan hanya puas mendapatkan status investment grade dengan rating BBB- atau stable outlook dari S&P tersebut. "Kita akhirnya mau ke BBB, BBB+, A-, A, dan seterusnya. Untuk itu, kami harus terus menggenjot reformasi dan pengembangan ekonomi," ujar Thomas.
Pekan lalu, lembaga pemeringkat internasional, Standard and Poor’s (S&P) menaikkan Indonesia pada status investment grade dengan peringkat BBB- atau outlook stabil. Menurut S&P, kenaikan peringkat itu didasarkan pada berkurangnya risiko fiskal seiring kebijakan anggaran pemerintah yang lebih realistis.
Kebijakan itu dianggap dapat membatasi kemungkinan memburuknya defisit serta mengurangi risiko peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB. S&P juga memperkirakan adanya perbaikan penerimaan negara sebagai dampak dari penerapan tax amnesty serta pengelolaan pengeluaran fiskal yang lebih terkendali.