TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal Kementerian Investasi atau BKPM Nurul Ichwan mengklaim sudah ada negara yang tertarik untuk melakukan investasi carbon capture and storage (CSS) atau penangkapan karbon yang pernah ditawarkan Presiden Joko Widodo.
“Jadi waktu Bapak Presiden kemarin berangkat ke Amerika itu sudah ada perusahaan yang tertarik berinvestasi. Kebanyakan perusahaan oil (minyak) dan gas,” kata Nurul ditemui di Jakarta Pusat, Rabu, 27 Maret 2024.
Indonesia menawarkan investasi jenis penangkapan karbon untuk perusahaan luar negeri. Dia mengklaim negara yang sudah tertarik yakni Amerika dan Singapura. Jika investasi ini berjalan, perut bumi Indonesia bakal menjadi tempat penampung atau pembuangan karbon-karbon dari perusahaan luar negeri.
“Jadi sisi progress regulasinya sudah dibuat tapi kemudian kami ciptakan sekarang adalah memasarkan ini kepada investor dan juga calon customer,” ujarnya.
Selain ditawarkan ke perusahaan luar negeri, Nurul mengklaim nantinya penangkapan karbon juga untuk kebutuhan dalam negeri. Banyak industri pembangkit listrik dari batu bara yang membutuhkan ruang penangkapan karbon yang mereka produksi. Ada 3 hal yang bakal ditawarkan yakni capturing, transporting dan storage.
“Kami menawarkan peluang ini kepada perusahaan yang memang langsung di hulunya minyak dan gas untuk bisa berinvestasi,” ujarnya.
Saat ditanya di mana lokasi penangkap karbon bakal dibangun, Nurul mengatakan berada di bekas tambang minyak dan gas.
“Banyak di Indonesia itu tersebar. Jawa ada, Sumatra ada, apalagi di Kalimantan. Nanti kami cari yang paling besar biar skalanya tercapai,” ujarnya.
Dan ketika ditanya apakah pemerintah juga mengajak diskusi penggiat lingkungan soal ide usaha itu lantaran penangkapan karbon berpotensi menyebabkan perubahan iklim, dan tak mengurangi produksi emisi gas buang, Nurul tidak menjawab pasti.
“Sebenarnya kalau lihat perubahan iklim ini kan dia di dalam bumi. Dia diikat kalau bisa forever (selamanya). Syukur-syukur nanti jadi polutan kan bisa dimanfaatkan lagi,” tuturnya. “Kalau didalam bumi dia (karbon) tidak memberikan kontribusi terhadap panas bumi.”
Dia mengklaim sudah ada negara lain yang membuka jasa penangkapan karbon, salah satunya Jepang. Indonesia berencana menggunakan alat penangkapan karbon dari Jepang. Penangkapan karbon diklaim cara instan untuk menghilangkan pemanasan global, lebih cepat dibanding penanaman mangrove.
“Misal kita bikin proyek penghijauan mangrove harus nanam dulu, nunggu sampai tumbuh terus dihitung, berapa karbon yang dihisap baru disertifikasi,” ujarnya.
Pilihan Editor: Tingkatkan Kemampuan UMKM Mitra dan Binaan, Bank Indonesia NTB Gelar Aneka Pelatihan