TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengungkapkan keheranannya atas tarif tol fee pipa gas. Pasalnya, tarif ini berubah-ubah bergantung pada volume gas yang akan mengalir, semakin sedikit maka semakin mahal.
“Ketika sudah tahu sepi (gas yang mengalir dibanding kapasitas pipa), yang biasanya tarifnya Rp 10 ribu misalnya, bisa jadi Rp 300 ribu. Kalo begitu kan bukan bisnis namanya,” kata Jonan dalam Forum Gas Nasional di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Mei 2017.
Menurut Jonan, distribusi gas seharusnya seperti jalan tol bagi kendaraan bermotor, yang tarifnya tetap setiap mobilnya. “Kalau Jalan tol, baik sepi maupun ramai, tarifnya tetap sama,” kata dia.
Baca: Tidak Ada Revisi Proyek Strategis Nasional Lagi
Jonan mencontohkan Amerika Serikat yang telah menerapkan tarif tetap untuk distribusi gas melalui pipa tertentu. “Ditetapkan per kilometer per mmbtu itu berapa tarifnya, misalkan setengah dolar, ya sudah. Mau dipakai 50 atau 100 mmbtu ya tetap segitu (tarifnya), sudah jelas,” ujar dia.
Bekas menteri perhubungan menilai penarifan yang diterapkan sebelumnya keliru. Sebelumnya, kata dia, perhitungan tarif dilakukan dengan membagi nilai investasi dengan volume gas yang masuk, lantas kemudian penyusutannya dianggap 5 atau 7 tahun. Padahal, kata dia, pipa gas dapat bertahan hingga 20 tahun.
Simak: Tiga Obligor BLBI Siap Bayar Utang
Untuk menyelesaikan pekara itu, Jonan berencana mengumpulkan para stakeholder besar pekan ini. “Membicarakan yang fair harus bagaimana. Karena bila di hulu kita minta harganya efisien, maka yang di tengah (midstream) juga harganya mesti kompetitif,” tuturnya.
Bila nanti akhirnya sudah diputuskan tarif tetap untuk pipa-pipa itu, kata Jonan, maka tarif akan berlaku baik untuk pipa baru maupun pipa eksisting yang sebelumnya telah dipasangi tarif. “Saya anulir kalau perlu, supaya harganya kompetitif,” kata dia.
CAESAR AKBAR | WAWAN PRIYANTO