TEMPO.CO, Jakarta - Penopang penjualan pasar properti residensial pada tahun ini diperkirakan kian didominasi oleh segmen menengah ke bawah sehingga berpotensi masih menahan laju peningkatan margin laba emiten properti.
Direktur Keuangan PT PP Properti Tbk (PPRO) Indaryanto mengatakan sepanjang tahun ini PPRO konsisten masih akan menyasar segmen menengah ke bawah. Meski kondisi ekonomi mulai membaik, faktor kondisi politik serta ketidakpastian ekonomi global masih akan menahan laju investasi masyarakat.
Indaryanto berujar, strategi Perseroan yang konsisten menyasar segmen tersebut akan menopang stabilitas pendapatan Perseroan pada tahun ini. PPRO optimistis mematok target pertumbuhan marketing sales hingga 45,8 persen tahun ini dari Rp 2,4 triliun realisasi tahun lalu menjadi Rp 3,5 triliun tahun ini.
“Kami konsentrasi di segmen menengah yang tidak terlalu terpengaruh dengan gejolak ekonomi makro,” katanya, pekan lalu.
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) pada tahun ini juga memperbesar porsi penjualan di segmen tersebut, khususnya di rentang harga antara Rp 900 juta hingga Rp 1,3 miliar. Segmen ini dinilai masih terjangkau oleh kebanyakan pencari properti tahun ini dan masih cukup layak untuk kawasan sekelas BSD City.
BSDE masih tetap menyasar segmen menengah atas, tapi dengan porsi yang relatif kecil dari target penjualan tahun ini. Dari target Rp 7,2 triliun, pra-penjualan dari The Element Kuningan dan Southgate Residence diproyeksikan masing-masing hanya 3 persen atau Rp 250 miliar. Keduanya merupakan segmen hunian menengah atas.
Aurellia Setiabudi, analis Maybank Kim Eng, mengatakan hanya sebagian kecil dari pengembang besar yang tercatat di bursa saham yang berminat terhadap segmen menengah, apalagi segmen bawah. Namun program pemerintah yang lebih banyak menyasar segmen ini tampaknya akan mendorong lebih banyak pengembang untuk masuk di segmen tersebut pada tahun ini, melihat tingginya potensi permintaan di segmen itu.
Di sisi lain, pengembangan infrastruktur baru yang masif kian membuka peluang bagi pengembangan properti di segmen ini, terutama di kawasan-kawasan baru yang harga lahannya masih murah.
PT Hanson International Tbk (MYRX) menjadi salah satu pengembang yang memanfaatkan momentum tersebut dengan pengembangan besar-besaran di Maja, Banten, setelah pemerintah menetapkan Maja sebagai kota baru publik melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019.
“Hanson menargetkan penjualan 200 ribu unit rumah selama 5 tahun di kawasan Maja dan Serpong. Hanson sendiri masih memiliki tanah mentah lebih-kurang 3.700 hektare yang belum develop atau dikembangkan,” kata Presiden Direktur MYRX Benny Tjokrosaputro, pekan lalu.
Tahun ini, MYRX berencana mengucurkan investasi Rp 2 triliun untuk perluasan proyek hunian Serpong Kencana sebanyak 9.000 unit rumah dari segmen menengah ke bawah. Ada sekitar 40 hektare lahan yang tengah dikembangkan di sana dan rencananya akan ditambah 100 hektare lagi untuk kepentingan pengembangan tiga hingga empat tahun ke depan.
Aurellia mengatakan adanya paket kebijakan ekonomi XIII tentang penyederhanaan izin rumah murah menambah potensi pengembangan segmen ini. Pemerintah tahun lalu sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagai payung hukumnya.
“Kami pikir, margin yang tipis akan dikompensasikan oleh tingginya volume penjualan sehingga bisa memungkinkan peluang pertumbuhan berikutnya, mengingat outlook yang suram di segmen hunian menengah atas,” katanya.
Dia menilai, tingginya potensi pasar di segmen menengah-bawah membuka potensi ruang pertumbuhan marketing sales yang lebih besar pada tahun ini bagi emiten properti, setidaknya rata-rata hingga 23 persen secara year-on-year.
Menurut Aurellia, selain BSDE, beberapa emiten, seperti PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), akan menambah porsi proyek di segmen menengah-bawah.
Di sisi lain, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) tahun ini masih lebih banyak menyasar segmen menengah-atas dalam target marketing sales-nya yang ditetapkan senilai Rp 3,1 triliun. Aurellia menilai, strategi perusahaan yang masih mengandalkan penjualan di segmen tersebut berpotensi menahan pemulihan penjualan Perseroan tahun ini.