TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan stok cabai di beberapa daerah yang berlebih pasokan akan didistribusikan ke daerah yang kekurangan. Dia sudah meminta jajarannya untuk segera mendistribusikan cabai yang ada di daerah-daerah.
"Tidak banyak jumlahnya (yang kekurangan), hanya di Samarinda dan Balikpapan. Di Manado, Gorontalo, harga murah sekali. Mereka over supply. Di Cianjur juga murah," kata Enggar saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 5 Januari 2017.
Persoalan muncul, menurut Enggar, ketika cabai dari Cianjur dibawa ke Jakarta dan kena hujan dalam perjalanan. Harga pun melonjak karena pasokan menurun akibat cabai membusuk. "Permasalahannya adalah iklim. Mereka tidak mau kirim karena cuaca dan kesulitan itu," tuturnya.
Baca: Jokowi Minta Ada Platform Logistik Potong Rantai Tengkulak
Beberapa pekan terakhir, harga cabai di berbagai pasar tradisional melonjak. Di Jawa Barat, menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Hening Widiatmoko, harga rawit hijau mencapai Rp 80 ribu per kilogram dan rawit merah mencapai Rp 100 ribu per kilogram.
Baca Juga:
Begitu pula di Sulawesi Selatan. Di Pasar Terong, Makassar, harga cabai naik hingga tiga kali lipat. Seorang pedagang di Pasar Terong, Syarifah, 50 tahun, menyatakan pedagang terpaksa menaikkan harga jual hingga Rp 100 ribu per kilogram karena saat dibeli dari tengkulak harga cabai sudah mahal.
Baca:
Cabai Merah Sumbang Inflasi November 2016
Ini Langkah Pemerintah Kendalikan Harga Cabai
Adapun kenaikan harga cabai tertinggi terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur. Di Pasar Segiri, Samarinda, harga cabai tiung dijual Rp 200 ribu per kilogram, cabai rawit Rp 120 ribu per kilogram, cabai keriting Rp 45 ribu per kilogram, dan cabai merah besar Rp 40 ribu per kilogram.
Enggar kembali menegaskan bahwa pemerintah akan segera mengambil cabai di daerah-daerah yang mengalami kelebihan stok tersebut untuk dikirim ke beberapa daerah yang bermasalah. "Kalau masih dalam disparitas yang tidak terlalu besar, ya sudah, biarkan dulu."
ANGELINA ANJAR SAWITRI
