Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tolak Permintan JK Turunkan Bunga, Ini Alasan Bank Indonesia

image-gnews
TEMPO/Wahyu Setiawan
TEMPO/Wahyu Setiawan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan alasan BI tidak meniru Amerika dan Eropa yang menurunkan suku bunga di saat perekonomian sedang melambat, ialah karena Indonesia menganut sistem devisa bebas sehingga sangat bergantung pada suplai valuta asing.

"Pada saat defisit ekspor impor barang dan jasa, yang defisit itu valas bukan rupiah, kan BI suku bunganya rupiah" kata Mirza dalam seminar proyeksi ekonomi Indonesia 2016 di kampus IPMI, Jakarta, 26 November 2015.

Ia menambahkan kepemilikan surat utang pemerintah saat ini 37 persennya didominasi oleh investor asing, yang otomatis transaksinya menggunakan dolar. "Jadi yang dibutuhkan negara ini valas," ujarnya.

Sebab itu, menurut dia, penting untuk menjaga arus modal yang masuk untuk mendanai APBN, korporasi dan perbankan dan dana tersebut tetap berada di dalam negeri serta tidak mudah keluar. Mirza menuturkan modal tersebut adalah gabungan dari PMA, portofolio dan utang luar negeri. "Tidak mungkin negara ini tumbuh tanpa ada modal dari luar negeri," ucapnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta tingkat suku bunga kredit perbankan diturunkan. Menurut dia, saat ini tingkat suku bunga perbankan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di negara-negara lain seperti Malaysia dan Cina.

“Tingkat bunga Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan negara sekitar, di Malaysia 5 persen, Indonesia 10 persen, kalah apalagi dengan Cina," kata Jusuf Kalla dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, di Jakarta, Selasa, 24 November 2015.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mirza mengatakan dalam jangka panjang ada dua cara untuk mengurangi ketergantungan pada luar negeri. Pertama terkait portofolio, pemerintah harus membesarkan dana pensiun, asuransi dan reksadana agar mampu dominan membeli surat utang pemerintah.

Kedua, PMA yang masuk harus equity bukan berbentuk utang. Menurutnya saat ini banyak PMA yang masuk tetapi antara modal dan pinjamannya 1 banding 10, sehingga kewajiban PMA membayar bunga ke luar negeri membuat terjadinya defisit. "Dapat status dan faislitas PMA tetapi membayar ke luar negeri," tutur Mirza.

Karena itu terbit Peraturan Menteri Keuangan yang membatasi debt equity ratio akibat dari banyaknya yang berhutang besar dan memicu kerugian sehingga membuat laporan pajak dengan status rugi yang berujung tidak membayar pajak.

"Struktur permodalan PMA kita perlu diperbaiki, kebijakan pemerintah perlu ke arah sana," kata Mirza.

AHMAD FAIZ IBNU SANI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

1 hari lalu

Seorang pengrajin membuat tenun dalam rangkaian acara Festival Rimpu Mantika di Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu, 27 April 2024 (TEMPO/Akhyar M. Nur)
Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.


Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

1 hari lalu

Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.


Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

1 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.


BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 hari lalu

BRI dan Alipay. foto/bri.co.id dan global.alipay.com
BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.


BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

2 hari lalu

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar
BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

PT Bank Negara Indonesia atau BNI bersiap menghadapi perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi, serta suku bunga.


BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

2 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.


Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 hari lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersiap memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur tambahan di kantor pusat BI, Jakarta, 30 Mei 2018. Bank Indonesia memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-days repo rate 25 basis poin menjadi 4,75 persen untuk mengantisipasi risiko eksternal terutama kenaikan suku bunga acuan kedua The Fed pada 13 Juni mendatang. TEMPO/Tony Hartawan
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.


Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

3 hari lalu

Ilustrasi Kredit Perbankan. shutterstock.com
Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.


BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

3 hari lalu

Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Panca Syurkani
BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).


BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

3 hari lalu

Pemandangan gedung bertingkat di antara kawasan Sudirman Thamrin, Jakarta, Selasa, 21 November 2023. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2023 tercatat 4,94 persen year on year (yoy). Angka tersebut turun dari kuartal sebelumnya mencapai 5,17 persen yoy, atau lebih rendah dari yang diperkirakan. TEMPO/Tony Hartawan
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.