TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian ESDM membantah rencana menaikkan tarif pembelian listrik yang melebihi nilai keekonomian. Deregulasi yang diluncurkan, diklaim kementerian sebagai penyesuaian nilai keekonomian investasi panas bumi agar menggairahkan dunia usaha.
"Kalau di atas harga keekonomian, PLN justru yang dirugikan. Kami sebenarnya ingin mencari solusi yang win-win," ujar Direktur Panas Bumi Yunus Saefulhak, Jumat, 30 Oktober 2015.
Penyesuaian harga keekonomian dipatok dalam draf peraturan pemerintah tentang pemanfaatan panas bumi secara tidak langsung. Peraturan ini dianggap memecah kebuntuan negosiasi harga antara pengelola pembangkit panas bumi dan PT PLN (Persero) sebagai pembeli melalui penerapan tarif langsung yang berjenjang (sliding scale feed in tariff).
Tarif langsung, sebagaimana tertera dalam draf, berada dalam jenjang kapasitas listrik 5-220 Megawatt. Yunus mengemukakan, semakin kecil kapasitas yang dibangun, tarif yang dibayar PLN bakal semakin besar.
"Kebijakan ini menyesuaikan investasi panas bumi yang membutuhkan dana besar," ujar Yunus.
Namun untuk mendapat tarif seperti ini, investor harus memulai pengembangan wilayah kerja panas bumi dari tahap survei pendahuluan dan eksplorasi. Artinya, investor harus berhasil menemukan cadangan, terbukti dengan panas bumi yang siap dieksploitasi.
Jika cadangan sudah terbukti, investor yang menemukan bisa langsung mengelola wilayah tersebut dengan alas hukum penunjukan langsung oleh pemerintah. Yunus mengatakan cara ini dimungkinkan oleh UU Panas Bumi.
Kebijakan ini, kata Yunus, adalah bentuk deregulasi, bukan insentif. Sebab, insentif sudah disediakan pemerintah dengan menghapus pajak pertambahan nilai dan bea masuk impor barang terkait dengan panas bumi.
ROBBY IRFANY