TEMPO.CO , Surabaya: Prosentase angkutan logistik yang melalui jalur laut di Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan prosentase angkutan logistik yang menggunakan jalur darat. “Padahal kita adalah negara kepulauan,” ujar Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, Rosan P. Roeslani dalam sebuah seminar di Surabaya, Rabu 29 Juli 2015.
Menurut Rosan, saat ini prosentase arus lalu lintas logistik yang melalui jalur darat di Indonesia mencapai 2,5 juta ton atau mencapai 91,5 persen. Jumlah ini tidak seimbang dengan arus lalu lintas logistik di jalur laut yang hanya 194,8 ribu ton atau mencapai 7,07 persen saja.
Ini tidak sejalan dengan program tol laut yang digadang-gadang pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kata Rosan, harusnya pemerintah lebih mengoptimalkan peran jalur logistik laut agar program tol laut bisa terealisasi.
Dibandingkan dengan jalur darat, secara statistik ongkos pengeluaran pengiriman logistik melalui jalur laut lebih murah. Rasio penggunaan energi jalur laut bisa lebih rendah 0,1 dibanding rasio jalur darat yang mencapai 0,4 hingga 1.
Inilah yang membuat adanya inefisiensi pada sektor logistik. Di mana terjadi lonjakan ongkos distribusi yang melambung tinggi. Hal ini menyebabkan biaya produksi yang semakin mahal, daya saing menurun, dan perekonomian terganggu.
“Bayangkan, biaya pengangkutan laut dengan rute perjalanan dari Tanjung Priok ke Cina lebih murah ketimbang rute perjalanan ke Jayapura, Papua,” kata dia.
Dari catatannya, biaya pengiriman dari Jakarta ke Cina hanya US$ 400 per kontainer. Sedangkan biaya pengiriman logistik ke Jayapura, Papua mencapai US$ 1.000 per kontainer.
Hal ini diakibatkan adanya disparitas produksi antar daerah di Indonesia. Kapal yang mengirimkan logistik ke Papua mampu memuat 90 persen barang dari total kapasitasnya. Sementara saat kembali dari Papua ke Jakarta, kapal hanya mampu mengirimkan 10 persen logistik saja.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita menambahkan bahwa sampai saat ini biaya distribusi logistik masih belum transparan. Sehingga menjadi penyebab biaya pengiriman barang terus naik dari waktu ke waktu.
“Kita juga mempertanyakan kenapa tarif di pelabuhan terus naik dari tahun ke tahun,” ucapnya. Padahal menurutnya, biaya distribusi logistik harusnya bisa dijabarkan secara transparan. Apalagi saat ini peran teknologi dapat menunjang hal itu.
Ini yang menyebabkan Indonesia kalah dengan negara tetangga. Dibanding dengan Thailand maupun Singapura saja, kemampuan logistik di tanah air masih kalah jauh. Kata Zaldy, baik itu dalam rasio sumber daya manusia (SDM), maupun modal.
AVIT HIDAYAT