TEMPO.CO, Jakarta - Merespons peningkatan utang luar negeri, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo menyatakan ingin menerapkan lindung nilai (hedging) untuk badan usaha milik negara (BUMN) guna menghindari kerugian negara. Ia juga mengingatkan perusahaan yang melakukan pinjaman luar negeri yang belum menerapkan hedging agar segera menggunakannya. "Banyak sekali perusahaan yang rugi di tahun 2013 karena rugi nilai tukar," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2014.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada April 2014 mencapai Rp 3.300 triliun. Jumlah ini meningkat 7,6 persen dibanding utang luar negeri periode April 2013.
Agus mengatakan Kementerian BUMN dan Bank Indonesia akan terus mendorong perusahaan milik negara atau swasta untuk bertransaksi dengan lindung nilai. Dengan demikian, nilai utang terjaga dan perusahaan tak mengalami kerugian nilai tukar. "Melakukan hedging bukan merupakan sesuatu kerugian, tapi mengeluarkan biaya untuk menjaga nilai tukar," ujarnya.
Menurut Agus, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk melakukan pengendalian risiko nilai tukar. Pertama, meyakinkan tujuan peminjaman uang untuk ekspor agar medapatkan penghasilan asing. Kedua, melakukan hedging, yaitu membeli forward valuta asing dengan rate yang diperjanjikan agar tidak mengalami risiko nilai tukar.
Rilis Bank Indonesia menyebut pertumbuhan utang luar negeri swasta terjadi lantaran adanya perkembangan sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan. Utang industri pengolahan makanan naik 14,2 persen (Yoy). Sedangkan sektor pertambangan juga meningkat 15,2 persen, dan sektor listrik, gas, serta air tumbuh 1,3 persen.
HERMAWAN SETYANTO
Terpopuler:
Olga Dikabarkan Mengidap Kanker Stadium 4
Cak Lontong: Saya Tidak Merasa Lucu
KPK Segel Ruangan Menteri PDT Sejak Senin Malam
Kantornya Disegel, Menteri PKB Dibidik KPK?