TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan neraca perdagangan pada Maret 2014 surplus US$ 673,2 juta atau Rp 7,8 triliun. (Baca juga: April Deflasi 0,02 Persen). Menurut Kepala BPS, Suryamin, surplus terjadi di sektor minyak dan gas yang selama ini selalu defisit.
"Pertumbuhan impor migas lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor," kata Suryamin di kantornya, Jumat, 2 Mei 2014.
Data BPS menyebutkan, ekspor pada Maret 2014 mencapai US$ 15,21 miliar, sedangkan impor berada di level US$ 14,5 miliar. Dengan demikian, pada kuartal I 2014 terjadi surplus US$ 1,07 miliar atau Rp 12,3 triliun. Pada periode tersebut, nilai ekspor mencapai US$ 44,32 miliar dan impor US$ 43,25 miliar. (Baca: Cina Melambat, Neraca Perdagangan Indonesia Minus)
Menurut Suryamin, pada kuartal I 2014, defisit US$ 3,14 miliar dari sektor migas berhasil ditutupi oleh surplus sebesar US$ 4,21 miliar dari sektor nonmigas. Hal ini, kata dia, menjadi gambaran perekonomian Indonesia yang tengah membaik. "Karena dua bulan berturut-turut kita mengalami surplus yang cukup tinggi," ujarnya. (Baca: BI: Per Juni, Defisit Transaksi Berjalan Melebar)
Pada Januari 2014 lalu, neraca perdagangan defisit US$ 430,6 juta. Nilai impor di bulan itu tercatat US$ 14,92 miliar, sedangkan ekspor hanya US$ 14,48 miliar. Hal sebaliknya terjadi pada Februari, saat neraca perdagangan surplus US$ 785,3 juta akibat selisih antara nilai ekspor sebesar US$ 14,57 miliar dengan impor sebesar US$ 13,78 miliar.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Buruh Perusahaan Prabowo Tagih Tunggakan 4 Bulan Gaji
Dosa Hary Tanoesoedibjo pada Hanura
5 Kebiasaan yang Menyebabkan Perut Buncit
Terungkap, Moyes Kecewa Berat pada Bintang MU Ini