TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menargetkan, produksi gas di Blok East Natuna, Kepulauan Riau bisa mencapai 1.000 juta kaki kubik per hari (mmscfd)pada tahun 2023. Direktur Hulu Pertamina, Muhammad Husen mengatakan, target produksi tersebut telah diajukan kepada pemerintah dalam rencana pengembangan (plan of development/POD).
"Dalam POD sudah kami sampaikan bahwa targetnya, 10 tahun dari sekarang, produksi gas bisa mencapai 1 bcf (bilion cubic feet/miliar kaki kubik). Ini kami tinggal menunggu blessing dari pemerintah saja," kata Muhammad saat ditemui dalam Editor Forum di Hotel Four Season pada Senin, 10 Juni 2013.
Persetujuan dari pemerintah, menurut Muhammad terkait dengan permintaan konsorsium untuk memudahkan perpajakan. Sebab, pihaknya memproyeksi adanya biaya yang sangat tinggi jika melihat potensi produksi di lapangan tersebut yang mencapai 4.000 mmscfd. "Untuk memproduksi 1.000 mmscfd, perlu diinject karbondioksida sebanyak 3.000 mmscfd," ujarnya.
Artinya, biaya untuk menyuntikkan karbondioksida semakin banyak jika produksi gas dilipatgandakan pada produksi maksimal sebesar 4.000 mmscfd, yakni sebanyak 12.000 mmscfd karbondioksida. "Untuk itu, kami mengajukan seperempat dulu, nanti setelah 10 tahun kerja baru kami lipatgandakan," ujarnya. Kendati demikian, ia meminta agar pemerintah cepat memberi keputusan. "Ini tabungan kita."
Sesuai skenario dalam POD, penyaluran gas nantinya akan menggunakan pipa, baik ke dalam dan luar negeri, dengan alasan keekonomian. "Ke Indonesia sepertiga dari produksi, sisanya ke negara ASEAN, salah satunya Thailand," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi, Susilo Siswoutomo menjelaskan, Blok ini secara total memiliki cadangan gas sebanyak 212 triliun kaki kubik. Hanya saja, sebesar 75 persen cadangan gas mengandung karbondioksida (CO2) yang tinggi. "Jadi yang recoverable itu hanya sekitar 46 triliun kaki kubik," ujarnya.
Ada pun nilai investasi untuk seluruh proyek di Blok East Natuna mencapai US$ 20 miliar. Pertamina selaku operator menguasai 35 persen hak partisipasi (participating interest/PI), lalu Exxon juga 35 persen, dan Total serta PTT masing-masing 15 persen
CEO PTT Exploration and Production Tevin Vongvanich membenarkan sedang menunggu keputusan perizinan dari Pemerintah Indonesia. "Kami menerima indikasi baik dan dukungan dari Pemerintah Indonesia khususnya dari Menteri Energi," kata Vongvanich.
Termasuk soal keputusan berapa besar nilai investasi yang bakal ditanamkan dari pihak PTTEP, Vongvanich menyatakan belum diputuskan. "Kami masih menunggu konfirmasi (perizinan) dulu," ujarnya. Tapi, ia mengaku sudah mendiskusikannya pembagian rasio investasi dengan peserta konsorsium lainnya.
Proyek ini terkatung-katung lantaran skema insentif pembebasan pajak belum disepakati. Pengelolaan Blok East Natuna akan dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari PT Pertamina, ExxonMobil, Total EP Indonesie, dan PTT EP Thailand.
AYU PRIMA SANDI