TEMPO.CO, Tokyo - Parlemen Jepang, Selasa 26 Februari 2013 akhirnya menyetujui tambahan anggaran stimulus senilai US$ 142 miliar atau sekitar Rp 1.378 triliun yang diajukan oleh pemerintah. Perdana Menteri Shinzo Abe menargetkan bisa memerangi angka deflasi setelah ekonomi Negeri Sakura mencatatkan deflasi selama beberapa tahun terakhir.
Paket stimulus senilai 13,1 triliun yen itu akhirnya disetujui oleh parlemen majelis tinggi Jepang dalam waktu kurang dari dua minggu setelah parlemen majelis rendah juga menyetujuinya. Parlemen majelis tinggi Jepang dikuasai oleh partai opisisi. Kebijakan itu merupakan bagian dari paket stimulus yang diumumkan oleh Kabinet Abe pada Januari lalu.
Kucuran dana segar akan digunakan untuk mendorong perekonomian, seperti peningkatan lapangan kerja, memperbaiki infrastruktur, serta membangun kembali wilayah yang terkena dampak gempa dan tsunami pada 2011. Selain itu juga untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan pensiun publik. Total paket stimulus diestimasikan mencapai 20 triliun yen jika termasuk menghitung belanja pemerintah daerah dan sektor swasta.
Ekonomi Jepang pada periode Oktober-Desember 2012 menyusut dalam tiga kuartal berturut-turut sehingga memunculkan asumsi ekonomi Negeri Sakura sedang mengalami resesi. Penurunan itu akibat melemahnya permintaan pasar domestik dan ekspor sehingga memunculkan kekhawatiran ekonomi Jepang akan sulit untuk pulih.
Abe kemudian mendorong ekonomi negaranya dengan menggelontorkan paket stimulus moneter agresif yang bertujuan agar Jepang bisa mencatatkan inflasi 2 persen tahun ini. Paket stimulus itu berdampak pada melemahnya nilai tukar yen terhadap dolar Amerika Serikat sehingga mendorong produk-produk Jepang lebih kompetitif di pasar ekspor. Sebelumnya, penguatan nilai tukar yen justru membuat produk Jepang tidak berdaya saing.
CHANNEL NEWS ASIA | AFP | ABDUL MALIK