TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti kebijakan perpajakan dari Perkumpulan Prakarsa, Yustinus Prastowo, menyetujui rencana kebijakan pemerintah untuk fokus membidik perusahaan-perusahaan besar guna menggenjot penerimaan negara. Menurut dia, banyak perusahaan besar yang berafiliasi dengan pihak asing hanya menjadikan Indonesia sebagai pusat pembiayaan.
"Tapi keuntungannya diambil ke luar negeri sehingga pajaknya tidak maksimal. Ini tentu harus menjadi perhatian pemerintah," kata Yustinus saat dihubungi Tempo, Senin, 11 Februari 2013.
Namun, Yustinus tetap mengingatkan agar pemerintah juga fokus terhadap basis pajak lainnya yang bisa meningkatkan penerimaan. Meskipun, menurut dia, target penerimaan dari pajak sebesar Rp 1042,32 sulit tercapai. "Tax base harus diperluas, sektor informal seperti pedagang-pedagang besar. Tapi, menurut saya, itu tetap belum bisa mengejar target," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan kementeriannya akan mengawasi secara intensif para wajib pajak besar untuk mendorong penerimaan negara. Menurut dia, pada tahun lalu, rendahnya penerimaan pajak disebabkan kantor pembayaran pajak besar hanya tumbuh 4 hingga 6 persen.
"Secara umum perlu diwaspadai ke depan itu penerimaan pajak dari kantor pajak besar dan kantor pajak khusus yang dominasinya di perusahaan joint venture dan joint venture international. Khususnya perusahaan joint internasional dan pembayar pajak besar agar pada 2013 penerimaan pajak tidak di bawah harapan," kata Agus.
Selain itu, Agus menyatakan pihaknya akan memperbaiki sistem penghimpunan pajak pertambahan nilai (PPN) yang tahun lalu bisa tumbuh 30 persen. Agus mengatakan akan melakukan perbaikan tax base, intensifikasi, dan perbaikan tiga aspek pajak penghasilan.
"Tiga aspek itu adalah pengendalian transfer pricing, menaikkan besaran biaya bunga yang digunakan pengurang penghasilan kena pajak, dan ketiga biaya promosi yang digunakan sebagai pemotong penghasilan kena pajak," kata dia.
ANGGA SUKMA WIJAYA