TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Asosiasi Eksportir Produk Gandum, Kacang-kacangan, dan Minyak Sayur Turki, Turgay Unlu, menilai penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) bertentangan dengan Perjanjian Safeguard World Trade Organization (WTO). Ia juga menyatakan pihaknya tidak diberi informasi soal penetapan bea masuk terigu meskipun mereka telah memintanya.
"Persatuan eksportir kami akan terus menyampaikan kekhawatiran dan penolakan atas investigasi ini yang bertentangan dengan Perjanjian Safeguard WTO," kata Unlu dalam konferensi pers di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis, 22 November 2012.
Unlu juga menyayangkan adanya rekomendasi KPPI untuk menerapkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) sebesar 20 persen. Saat ini rekomendasi BMTPS sudah disetujui Menteri Perdagangan dan menunggu persetujuan Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian untuk dapat diterapkan.
Penerapan BMTPS ini tak bisa diberlakukan karena tak memenuhi kriteria yang ditentukan WTO. Persyaratan itu adalah bukti peningkatan volume impor terbukti merugikan atau mengancam kerugian serius bagi industri dalam negeri, ada hubungan sebab akibat antara peningkatan impor dengan kerugian, dan muncul perkembangan di luar dugaan. "Kami melihat tidak ada satu pun dari kriteria ini dipenuhi dalam permintaan Aptindo (Asosiasi Pengusaha Tepung Indonesia)," katanya.
Berdasarkan data Aptindo, terlihat ada tren penurunan impor pada 2011 dan 2012. Pada 2011 total impor turun 11 persen dibanding 2010. Sedangkan pada 2012, impor diproyeksikan turun 39 persen dibanding 2011.
Baca Juga:
Selain itu, kinerja perusahaan dalam negeri tetap naik meskipun impor tinggi. Dia menyebutkan penjualan pada 2010, ketika impor terigu mencapai puncak, penjualan total produsen domestik naik 12 persen dibandingkan penjualan 2009. "Ada korelasi yang kuat bahwa keuntungan anggota Aptindo meningkat di tahun-tahun ketika impor naik dan menurun keuntungannya ketika impor juga turun," kata Unlu.
BERNADETTE CHRISTINA