TEMPO Interaktif, Tokyo - Nilai ekspor Jepang mengalami penurunan terendah sejak 18 bulan terakhir pada April tahun ini. Neraca perdagangan mengalami defisit. Produksi mobil dan pengiriman ke luar negeri yang selama ini menopang perekonomian nasional terganggu.
Data dari Kementerian Keuangan Jepang yang dirilis hari ini Rabu 25 Mei 2011 menunjukkan nilai ekspor turun 12,5 persen dari tahun sebelumnya. Ini penurunan terbesar sejak Oktober 2009, ketika kegiatan perdagangan masih lemah setelah krisis keuangan global.
Defisit perdagangan pada April mencapai 463,7 miliar yen atau US$ 5,65 miliar. Rapor terburuk dari perekonomian nasional, yang dalam waktu 31 tahun ini selalu kuat.
Data terakhir menyebutkan pada April sampai Juni ini merupakan periode buruk bagi ekspor Jepang. Bencana telah membawa Negeri Sakura ke masa resesi ekonomi pada kuartal pertama tahun ini. Rekonstruksi pun berjalan lambat.
Kalangan ekonom berharap Jepang segera keluar dari masa krisis akibat bencana. Mereka mengingatkan neraca perdagangan bisa lebih buruk lagi di masa mendatang kalau tak segera diatasi.
Baca Juga:
Kepala ekonom di SMBC Nikko Securities, Junichi Makino, mengatakan ekspor menurun karena keterbatasan pasokan. Namun impor terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Ini menunjukkan ada kemungkinan defisit perdagangan akan berlanjut untuk setengah tahun mendatang, bahkan bisa lebih," kata Junichi di Tokyo kemarin.
Norio Miyagawa, ekonom senior Mizuho Research and Consulting, sepakat dengan Junichi. Anjloknya nilai ekspor pada April lalu merupakan yang terburuk dalam sejarah perdagangan internasional Jepang. Dia menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah untuk pemulihan perekonomian.
Ekspor Jepang banyak mengandalkan industri mobil. Saat bencana gempa dan tsunami melanda Maret lalu, praktis pengiriman ke luar negeri lumpuh, pabrik-pabrik tak bisa berproduksi.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, pascabencana, jumlah mobil yang diekspor turun 56 persen menjadi 214.437 unit. Nilainya pun anjlok 67 persen menjadi 225,3 miliar yen, terendah sejak Januari 1979, yang kala itu mencapai 228 miliar yen. Impor naik 8,9 persen bulan lalu dari tahun sebelumnya karena tingginya harga energi global.
Kondisi ini kontras dengan eksportir Asia lainnya. Pada April, ekspor Cina naik 30 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan ekspor Korea Selatan juga meningkat 27 persen tahun ini.
Tahun ini, untuk pertama kalinya sejak 18 bulan terakhir nilai ekspor Jepang ke Cina turun 6,8 persen. Bahkan ekspor ke sejumlah negara di Asia juga terperosok 6,6 persen dalam dua bulan terakhir.
Kepala Organization for Economic Cooperation and Development Pier Carlo Padoan menyarankan agar Jepang dan Amerika segera mengurangi defisit anggaran untuk menjaga kestabilan perekonomian global. Salah satunya dengan menjaga agar negaranya tidak terlilit utang. "Jepang, juga Amerika, sejauh ini belum memiliki rencana jangka menengah yang kredibel," kata Carlo.
WALLSTREETJOURNAL | BLOOMBERG VIA GOOGLENEWS | ERWINDAR