Apabila pemerintah tetap bersikeras Bulog tidak bisa membeli di atas HPP, dia mengkhawatirkan Bulog tidak akan pernah bisa membeli beras dari petani, yang artinya penyerapan beras dalam negeri tak optimal.
"Contohnya, beberapa waktu lalu Bulog beli beras dari Vietnam dan Thailand seharga Rp 5.000. Padahal harga beras di dalam negeri cuma lebih mahal Rp 300. Beda harganya tidak terlalu jauh, dan kalau beli di dalam negeri bisa sekaligus membantu para petani kita," ujar Siswono dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/12).
Karena itu, dia berharap Bulog diberi fleksibilitas agar bisa membeli beras di atas HPP sewaktu-waktu, daripada impor yang menghabiskan devisa. "Fraksi saya akan memberi dukungan," tegasnya.
Menurut dia, revisi Inpres tersebut juga seharusnya mencantumkan kewajiban Bulog untuk menjamin ketersediaan stok beras sepanjang tahun minimal 1,2 juta ton atau sekitar 3% dari keseluruhan jumlah konsumsi nasional. Ketersediaan ini harus diutamakan dari dalam negeri.
"Harus disiasati, bisa dengan membagi jatah pembelian beras di tiap daerah. Misal sekarang kan impor yang sudah jalan 300 ribu ton. Mengapa jumlah itu tidak disebar di 300 kabupaten, masing-masing daerah dibeli 1000 ton. Ini kan tidak akan menganggu kestabilan harga beras," paparnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, menyatakan, sebagai pelaksana, Bulog hanya memenuhi ketentuan dari pemerintah, termasuk dalam kebijakan impor dan penyerapan beras dari petani.
Dia mencatat, hingga akhir November stok beras yang berada di gudang Bulog mencapai 900 ribu ton. "Jumlah itu sudah termasuk cadangan beras pemerintah dan beras impor yang masuk sebesar 228 ribu ton. Pengadaan dalam negeri sendiri sudah 1,9 juta ton," ungkap Sutarto.
ROSALINA