TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal memastikan pemerintah tidak akan menaikkan tarif KRL dalam waktu dekat. Begitu pula dengan rencana kebijakan penyesuaian tarif berbasis Nomor Induk Kependudukan atau NIK.
“Kami belum ada ke arah sana. Masih dalam studi dan kajian,” kata Risal ketika ditemui di Kemenhub, Selasa, 1 Oktober 2024.
Rencana kenaikan tarif KRL berbasis NIK muncul dari data di Buku Nota Keuangan RAPBN 2025 dari pemerintah yang diserahkan ke DPR. Namun, mengutip Antara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kemudian mengatakan pemberian subsisi tiket KRL berbasis NIK pada 2025 masih bersifat wacana.
Namun, wacana itu kadung bikin gaduh dan membuat KRL Mania gelisah. Meski Kemenhub menyatakan kenaikan tarif KRL tidak diberlakukan dalam waktu dekat, ada potensi kebijakan diberlakukan di waktu mendatang.
Kepala Komunikasi KRL Mania Gusti Raganata juga khawatir skema kenaikan tarif KRL berbasis NIK sama dengan kebijakan mencabut public service obligation (PSO) KRL.
"Kalau ada perubahan tarif, otomatis pengeluaran kelas menengah pengguna KRL bertambah," kata Gusti kepada Tempo, "Ini bisa menghajar ekonomi juga, karena masyarakat akan memindahkan pengeluaran konsumtif ke transportasi," katanya pada Rabu, 11 September 2024.
Tak cuma bikin gelisah pengguna KRL, isu kenaikan tarif berbasis NIK juga dikritisi pengamat transportasi, salah satunya Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang. Ia menilai, penyesuaian tarif KRL berbasis NIK bukan kebijakan yang tepat.
Pasalnya, layanan KRL merupakan PSI atau kewajiban pelayanan publik. Deddy menuturkan, pemerintah memberikan pelayanan KRL sebagai imbal balik karena masyarakat sudah membayar pajak. PSO, kata dia, juga berbeda dengan subsidi yang menyasar kelompok masyarakat tertentu.
"Lagipula, yang namanya transportasi umum ya tarifnya umum," kata Deddy, Rabu, 11 September 2024.
Pilihan Editor: 580 Anggota DPR Dilantik, Ini Gaji hingga Berbagai Tunjangan dan Fasilitas Mereka