TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa pembubaran diskusi di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan menuai perhatian. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan hal semacam itu harusnya tidak terjadi lagi.
Hariyadi Sukamdani meyakini peristiwa yang terjadi di Hotel Grand Kemang menurutnya tidak akan berpengaruh ke hotel-hotel lain. Semua hotel, kata dia, bisa menyewakan gedungnya untuk penyelenggaraan berbagai acara yang sesuai dengan peraturan perundangan.
“Saya rasa kejadian ini, mudah-mudahan jadi yang terakhirlah,” tuturnya saat konferensi pers, Senin, 30 September 2024.
Sebagai informasi, diskusi yang digelar oleh Forum Tanah Air pada Sabtu, 28 September 2024 lalu itu dibubarkan oleh sekitar 25 orang bermasker. Mereka masuk ke hotel dan membubarkan paksa acara tersebut.
Sejauh ini, Hariyadi Sukamdani mengaku memonitor hotel-hotel di seluruh Indonesia. Pada gelaran Pilpres hingga Pilkada tahun ini, menurutnya, tidak ada preseden seperti yang terjadi di Hotel Grand Kemang.
"Padahal kemarin Pilpres lumayan ramai juga ya, keriuhannya, tapi Alhamdulillah aman," terangnya.
Selain itu, Hariyadi Sukamdani yakin kepolisian akan terus memantau dan menjamin keamanan penyelenggaraan acara di hotel. Pasalnya, kata dia, peristiwa di Mampang, Jakarta Selatan itu terjadi karena tidak terantisipasi,
Hariyadi Sukamdani menegaskan hotel bisa menjadi tempat untuk penyelenggaraan berbagai acara selama tidak menyalahi peraturan perundangan. Bahkan, menurutnya ada hotel yang disewa menjadi gereja.
“Karena dia nggak bisa di tempat lain, jadi itu tuh hotel yang dipakai,” kata Hariyadi Sukamdani.
Terkini, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam, mengatakan tim gabungan polisi dari Ditreskrimum dan Polres Jakarta Selatan telah menangkap lima orang dari kejadian tersebut. “Sementara dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ade Ary melalui keterangan tertulis pada Ahad, 29 September 2024.
Polisi menjerat para tersangka dalam kasus ini dengan pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal pengeroyokan dan perusakan. Pasal tersebut mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Jika tindakan mereka mengakibatkan luka-luka atau luka berat, para pelaku bisa diancam pidana penjara hingga 7 atau 9 tahun.
Hanin Marwah dan Sultan Abdurahman berkontribusi pada artikel ini
Pilihan Editor: Kemenhub Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif KRL Berbasis NIK dalam Waktu Dekat: Masih dalam Kajian