TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) akan diterapkan mulai 30 Desember 2024, yang mengharuskan perusahaan penjual kedelai, daging sapi, kopi, minyak kelapa sawit, dan produk lainnya di blok beranggotakan 27 negara tersebut untuk membuktikan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi terhadap kerusakan hutan.
Indonesia dan Malaysia, yang bersama-sama menyumbang sekitar 85% dari ekspor minyak kelapa sawit global, sebelumnya telah menuduh Uni Eropa melakukan kebijakan diskriminatif dengan menargetkan minyak kelapa sawit.
Pemerintah Indonesia sedang berjuang mencari titik temu terkait EUDR tersebut dalam negosiasi Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA).
"Ada beberapa hal terkait policy yang masih belum selesai, dalam arti kita masih mencari benar-benar titik tengah dari isu tersebut. Ini yang pasti menjadi tantangan untuk menyelesaikan kepentingan," kata , Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono saat konferensi pers di Jakarta, Rabu, 25 September 2024.
Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Umar Hadi mengharapkan supaya Uni Eropa (EU) memiliki semangat yang sama dengan Indonesia untuk menyelesaikan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa.
Semangat tersebut, kata Umar, dapat ditunjukkan Uni Eropa dengan turut berkompromi sebagaimana yang telah dilakukan Indonesia dalam babak-babak perundingan sebelumnya.
“Rasanya, Indonesia sudah memberi konsesi begitu banyak, dan kami harapkan Uni Eropa juga punya semangat yang sama karena tujuan konsesi-konsesi tersebut supaya tercapai kompromi,” ucap Umar dalam konferensi pers Forum Bisnis Indonesia-Eropa (IEBF) 2024 di Jakarta, Jumat, 27 September 2024.
Ia menuturkan, ekspektasi supaya IEU-CEPA dapat segera rampung pun semakin besar mengingat negosiasi antara RI dan EU untuk membahas kesepakatan tersebut sudah berjalan selama bertahun-tahun, sejak 2016 dan telah mencapai babak putaran ke-19 pada tahun ini.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut salah satu alasan negosiasi IEU-CEPA berjalan tidak sesuai target adalah lantaran pihak Eropa terus menambah permintaan.
"Kita sudah banyak memenuhi permintaan, kalau nambah lagi-nambah lagi, ya tentu repot ya. Kita ingin ini IEU-CEPA selesai, tapi kan tergantung sananya juga," kata Zulkifli di Cikarang, Jawa Barat, Kamis, 26 September 2024.
Sempat muncul kabar, Indonesia memberikan ultimatum kepada Uni Eropa terkait penambahan kebijakan.
"Enggak ultimatum, kita kasih tahu. Karena kalau pemerintah baru, nanti akan lebih sulit lagi, saya kira. Pak Prabowo (Prabowo Subianto) kan tahu sendiri, kalau Pak Prabowo ingin agar CPO jadi B50, kan, jadi kita penuhi soal CPO nggak penting lagi," ujarnya.
Jika Indonesia mengambil kebijakan biosolar dengan B50, artinya separuhnya dari minyak sawit, maka ekspor CPO akan berkurang karena digunakan sendiri di dalam negeri. Diperkirakan diperlukan sampai 24 juta ton CPO, sementara ekspor sepanjang 2023 sekitar 28,6 juta ton.
Pemerintah pernah mengungkap ada 3,3 juta hektar lahan sawit ilegal di kawasan hutan seperti disebutkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 23 Juni 2023. Ia mengaku sedang mendata berapa jumlah yang dimiki oleh perusahaan.
Dia menjelaskan, pada 2021 diketahui bahwa tutupan kelapa sawit menggunakan citra seluas 16,8 juta hektare. Dari 16,8 juta hektare tersebut, 10,4 juta hektare hanya diperuntukkan bagi perkebunan swasta dan nasional, sedangkan sisanya adalah perkebunan rakyat. Sementara itu, diketahui 3,3 Juta hektare dari total lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan.
Langkah Malaysia
Malaysia tengah mengupayakan berbagai inisiatif untuk memastikan produsen minyak kelapa sawit skala kecilnya dapat mematuhi hukum Uni Eropa yang melarang impor komoditas yang terkait dengan penggundulan hutan.
Perusahaan Uni Eropa juga akan dilarang mengekspor produk yang dibudidayakan di lahan yang telah gundul.
Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan pada hari Jumat bahwa sektor minyak kelapa sawit negara tersebut mengadopsi standar keberlanjutan yang ketat melalui skema sertifikasi keberlanjutannya.
Diperkirakan 450.000 produsen skala kecil menyumbang 27% dari total produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan pemerintah secara aktif bekerja pada inisiatif peningkatan kapasitas untuk mendukung transisi mereka menuju kepatuhan EUDR.
"Hal ini penting untuk memastikan bahwa mata pencaharian para petani kecil ini tidak terpengaruh oleh penerapan peraturan tersebut," kata Johari Abdul dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan rincian tentang inisiatif tersebut.
Malaysia juga berfokus pada aspek keterlacakan, bebas deforestasi, kepemilikan tanah yang sah, dan praktik ketenagakerjaan yang baik sesuai dengan standar Organisasi Perburuhan Internasional untuk memastikan keberlanjutan produk minyak kelapa sawitnya, kata Johari Abdul seperti dikutip Reuters.
Awal bulan ini, badan negara Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia mendesak UE untuk menunda penerapan undang-undang tersebut guna melindungi petani kecil dan memastikan perdagangan yang adil.
UE menolak seruan untuk menunda kebijakannya dan mengatakan aturan tersebut dibuat untuk memastikan blok tersebut tidak berkontribusi terhadap degradasi hutan di seluruh dunia.
ANTARA | REUTERS
Pilihan Editor Prabowo Syaratkan 3 Kriteria Calon Menteri: Berintegritas, Kompeten, dan Loyal