TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan IKN pada dasarnya adalah proyek presiden yang disertai justifikasi dari DPR RI dan instansi yang relevan. Pendapat ini ia ungkapkan saat merespons pernyataan Presiden Joko Widodo terkait Ibu Kota Nusantara atau IKN berdasarkan keputusan seluruh rakyat Indonesia.
Wijayanto membeberkan salah satu alasan IKN adalah proyek presiden karena Jokowi sendiri memutuskan pemindahan ibu kota tanpa adanya analisis menyeluruh untuk menilai kelayakan atau feasibility study. Setelah keputusan pemindahan ibu kota dibuat, barulah feasibility study ini menyusul di kemudian hari.
"Itu pun bukan feasibility study tentang perlu tidaknya pindah atau tentang ke mana akan pindah, tetapi hanya tentang cara kepindahannya saja," ujarnya saat diwawancarai Tempo pada Minggu, 29 September 2024.
Menurutnya, memang sulit menganalisa dan memprediksi berbagai pernyataan Jokowi, termasuk soal IKN ini. Banyak pendapat Jokowi kerap berubah-ubah sehingga terkesan berbicara secara acak saja. Wijayanto memberi contoh ketika Jokowi ingin menghabiskan 40 hari terakhir masa jabatannya di IKN, terbukti sampai saat ini rencana tersebut masih belum kejadian.
Ia berpendapat, Jokowi sendiri tampaknya mulai gusar terkait IKN yang berpotensi akan mangkrak. Pasalnya, hingga saat ini, investor yang tertarik masih sangat minim. Hal tersebut juga membuat kondisi fiskal yang sangat berat, ditambah lagi dengan sentimen publik yang buruk terhadap IKN.
Memindahkan ASN ke IKN juga menjadi pekerjaan rumah yang menghantui menurut Wijayanto. Sebab, pemindahan ibu kota tidak hanya mengeluarkan biaya untuk infrastruktur, akan tetapi juga memberikan subsidi agar Aparatur Sipil Negara (ASN) dan rakyat mau menetap di ibu kota yang baru.
"Juga biaya berupa dampak inefisiensi birokrasi yang muncul akibat kepindahan ke IKN," katanya.
Oleh karena itu, pola-pola reverse planning yang diambil oleh Jokowi ini, di mana keputusan terbit baru disusun rencana studinya, membuat IKN menjadi proyek yang memiliki risiko dan sulit untuk direalisasi.
Ia juga bertutur untuk melanjutkan pembangunan IKN, biaya yang berasal dari investasi bisa saja dicover secara terus-menerus melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun hal tersebut akan sangat buruk bagi ekonomi Indonesia.
"Ini terjadi saat daya saing ekonomi kita tergerus dengan semakin tertinggal dari negara lain," katanya.
Menurut Wijayanto, sepertinya pemerintah tidak pernah membuat cost dan benefit analysis untuk proyek IKN ini. Hanya karena terlanjur sudah dimulai, maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah metode cut loss. Hal ini tentunya merupakan bentuk mereduksi rencana untuk mereduksi biaya.
"Dalam konteks ini, wajar jika banyak kalangan memaknai IKN sebagai proyek Pak Presiden yang dimintakan justifikasi ke DPR," tuturnya.
Maka dari itu, walaupun sudah terlanjur, Wijayanto menilai anggaran yang digelontorkan untuk IKN ada baiknya dialokasikan untuk membangun ke kota-kota lain di Indonesia. Langkah itu dinilai mampu memperbaiki daya saing menjadi kota global dibanding hanya membangun satu kota saja.
"Saya rasa, meng-empower puluhan kota di Indonesia dengan guidance dari pusat justru lebih tepat jika agendanya ingin menyebarkan pusat pertumbuhan ekonomi dari pada sekedar membangun satu kota di tengah Kalimantan," imbuhnya.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api