TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui kurangnya sosialisasi tentang pengambilan sampel sedimentasi laut atau pasir laut ke masyarakat pesisir. Hal ini berbuntut penolakan nelayan di sejumlah titik pengambilan sampel yang mengkhawatirkan tangkapan ikan mereka akan berkurang.
"Kalau memang sosialisasi, mungkin kami masih kurang. Nah ke depan nanti selain kami memberikan sosialisasi tentang ini, juga mungkin pelaku usaha," ucap Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo saat berbincang dengan Tempo di kantornya di KKP, Jakarta Pusat, Senin, 23 September 2024.
Victor memperkirakan, para pengusaha telah lebih dulu mengambil langkah sosialisasi kepada masyarakat. Musababnya, tak semua masyarakat pesisir mengetahui kegiatan macam apa yang akan para pengambil sampel lakukan. "Karena datang pakai kapal, dikiranya ngambil (sedimentasi) semuanya, padahal kami cuma mengambil sampel untuk menguji itu," katanya.
Penolakan itu antara lain disuarakan oleh nelayan di Karimun, Kepulauan Riau. Mereka keget kapal sedot pasir tiba-tiba masuk ke perairan tangkap mereka pada akhir Agustus 2024. Beredar kabar bahwa nelayan kapal tersebut hendak mengambil sampel pasir sedimentasi laut atas perintah KKP.
Para nelayan pun protes kepada para pekerja kapal sedot itu. Pasalnya, sejak awal mereka menolak adanya kegiatan penyedotan pasir atas nama pemanfaatan sedimentasi laut. Perusahaan pun mengajak nelayan bertemu di Hotel Aston Karimun, setelah hari pertama pengambilan sampel. Di hotel tersebut, para nelayan yang tergabung dalam Pokmaswas Nelayan Lestari tetap menyatakan penolakan terhadap rencana pengambilan sedimentasi laut tersebut.
Pemerintah sebelumnya resmi membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah mendapat lampu hijau dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Larangan ekspor yang telah berlaku selama lebih dari 20 tahun dicabut pada 9 September 2024 setelah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merampungkan amandemen dua peraturan perdagangan (Permendag) di bidang ekspor.
Tepatnya, Zulhas menerbitkan Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang barang yang dilarang untuk diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan ekspor. Kedua aturan itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut memungkinkan ekspor sedimen.
Riani Sanusi Putri berkotribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Sebab Bandara IKN Dinilai Tak Layak untuk Penerbangan Komersil, Promo Tiket Kereta Api