Meski demikian, rakyat Indonesia waktu itu justru miskin dan terjajah. Kekayaan yang dihasilkan oleh VOC pun diangkut ke negara lain, yakni Belanda.
“Jadi, ketika kita terlalu fokus pada PDB, sebenarnya kita seperti dipaparkan kepada satu ilusi. Pertumbuhan ekonomi kita bagus, PDB per kapita tinggi, padahal di balik angka itu ada ketimpangan,” tuturnya. “Ada kelompok tertentu yang mendapatkan akses luar biasa, sementara mayoritas tidak mendapatkannya.”
Wijayanto juga menyebutkan, rencana Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen mustahil untuk diraih dalam jangka pendek. Alasannya, karena Indonesia masih memiliki rasio investasi terhadap pertumbuhan atau incremental capital-output ratio (ICOR) yang tinggi dan perlu ditekan.
Wijayanto mencontohkan beberapa hal yang membuat ICOR Indonesia tinggi di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Dua hal tersebut adalah proyek kereta cepat yang dinilai berdampak minim terhadap ekonomi dan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ia bilang dibangun tanpa perencanaan matang.
“Kalau kita ingin perekonomian tumbuh tinggi, maka ICOR harus kita turunkan. Efisiensi ekonomi harus kita tingkatkan. Korupsi ditekan. Regulasi harus efisien. Birokrasi harus melayani dan efektif,” ujarnya.
Pilihan Editor: 6 Juta Data NPWP Bocor, Kominfo Sebut Hukuman Denda Maksimal Rp 5 Miliar dan Penjara 5 Tahun