TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi X DPR RI berbeda pendapat tentang perlunya mengkaji ulang cara penghitungan alokasi 20 persen dana pendidikan dari APBN seperti diamanatkan undang-undang.
Anggaran wajib atau mandatory spending dana pendidikan seperti diamanatkan konstitusi Pasal 31 ayat (4) dan Pasal 49 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu anggaran pendidikan harus dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
Selama ini,, jumlah 20 persen itu didasarkan pada anggaran belanja, bukan pendapatan.
Sri Mulyani mengusulkan agar anggaran wajib untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang. Sebab, ia menilai belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara, mengingat belanja negara cenderung tidak pasti.
"Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, di mana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan. Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," kata Sri Mulyani dalam rapat denan Komisi X DPR, Rabu. 4 September 2024.
Menurut Sri Mulyani, jika anggaran 20 persen didasarkan pada belanja, bisa terjadi ketidakpastian. Ia memberi contoh pada APBN 2022, belanja negara melonjak karena subsidi energi naik hingga Rp200 triliun. Padahal, kenaikan subsidi bukan terjadi karena pendapatan negara naik, tetapi harga minyak dunia melonjak. Akibatnya, anggaran pendidikan ikut naik.
Namun usulan itu ditolak Komisi X DPR RI. Mereka sepakat menolak usulan untuk mengkaji ulang dana wajib atau anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja APBN
“Saya memberikan jawaban bahwa Komisi X menolak usulan utak-atik anggaran mandatori 20 persen yang disampaikan Ibu Sri Mulyani, dimana ingin mandatori 20 persen berbasis pada pendapatan dari APBN, bukan dari belanja APBN. Karena itu, sekali lagi dalam forum yang baik ini kami menyatakan pada posisi menolak,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam Rapat Kerja dengan Kemendikbudristek RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat, 6 September 2024.
Ia menjelaskan Komisi X jelas mengambil sikap tegas dalam menolak usulan tersebut, mengingat pihaknya justru masih tengah berjibaku untuk memperjuangkan pengelolaan dana wajib itu agar sepenuhnya dilakukan oleh Kemendikbudristek.
Ia menilai porsi anggaran wajib untuk pendidikan sebesar 20 persen justru masih dirasa belum cukup dalam mengakomodasi berbagai kebutuhan untuk meningkatkan kualitas serta pemerataan akses pendidikan di wilayah Indonesia, khususnya wilayah 3T.
Karena itu, Syaiful Huda mengkhawatirkan jika formulasi 20 persen APBN untuk pendidikan berpatokan pada pendapatan negara, maka berpotensi menurunkan besaran anggaran untuk pendidikan.
“Kita bisa bayangkan dengan skema saat ini saja masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya, apalagi jika dana pendidikan diturunkan,” katanya.
Ia menekankan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 Ayat 4 jelas menyebutkan bahwa negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.
“Konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib menyediakan layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM kita, baik dalam hal karakter, kemampuan maupun pengetahuan. Jangan sampai hal ini kemudian diutak-atik untuk mengakomodasi kepentingan lain,” katanya.
Anggaran Pendidikan 2024 dan 2025
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan, pada 2024, anggaran pendidikan mencapai Rp665 triliun dan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah serta alokasi dalam pos pengeluaran pembiayaan.
Kemendikbudristek pada tahun ini mengelola anggaran sebesar Rp98,99 triliun atau sekitar 14,88 persen dari anggaran pendidikan.
Untuk tahun depan, berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2025 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, anggaran pendidikan Rp722,6 triliun atau 20 persen dari belanja negara yang mencapai sekitar Rp3.613,1 triliun. Jumlah anggaran pendidikan itu secara nominal meningkat sekitar Rp57,6 triliun apabila dibandingkan TA 2024 yang Rp665 triliun.
“Dalam pagu anggaran, Kemendikbudristek mendapat alokasi sebesar Rp83,2 triliun atau sekitar 11,5 persen dari total anggaran pendidikan pada RAPBN TA 2025, atau 2,3 persen dari belanja negara. Nilai absolutnya turun sekitar Rp15,7 triliun dari pagu alokasi tahun 2024. Kami harus optimis alokasi tersebut akan ditingkatkan karena masih banyak kegiatan prioritas yang belum terbiayai sepenuhnya, bahkan yang sifatnya belanja wajib,” katanya.
Pilihan Editor Apindo Minta Prabowo-Gibran Prioritaskan Investasi Padat Karya