TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyoroti industri manufaktur yang belakangan ramai gulung tikar hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut dia, hal ini disebabkan antara lain karena Indonesia kehilangan salah satu pasar tujuan ekspor yang terpenting, yakni Eropa.
“Eropa itu salah satu tujuan ekspor kita yang terpenting. Tapi perjanjian free trade (perdagangan bebas) kita sama Eropa ini sudah delapan tahun enggak selesai-selesai,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 6 September 2024.
Pemerintah Indonesia dan Eropa saat ini tengah merundingkan perjanjian bilateral dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Sejak dimulai pada 2016, perundingan IEU-CEPA telah berlangsung 17 putaran dan menyelesaikan 11 dari 21 bab.
"Para pemimpin Indonesia dan Uni Eropa (UE) telah setuju dan berkomitmen untuk menyelesaikan negosiasi ini paling lambat akhir tahun ini," ujar Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam keterangan tertulis, Senin malam, 6 Mei 2024.
Bob Azam menjelaskan, perjanjian perdagangan yang tak kunjung rampung itu mengakibatkan produk-produk dalam negeri dikenai tarif agar bisa masuk pasar Eropa. Hal ini, menurut dia, membuat produk-produk dalam negeri menjadi tak kompetitif. Dia menyebut produk-produk yang terpukul terutama tekstil dan alas kaki.
Baca juga:
Bob Azam menambahkan, sektor manufaktur masih harus menghadapi masuknya barang-barang dari Cina. Sementara, defisit perdagangan Indonesia dengan Cina terus meningkat pesat. Menurut Bob Azam, kondisi ini yang harus dicari perimbangannya oleh pemerintah. “Sektor manufaktur memiliki tantangan yang berat,” kata dia.
Di saat yang sama, Ekonomi Negeri Tirai Bambu kini juga tengah tertekan karena kenaikan tarif impor di Eropa dan Amerika Serikat (AS) Sedangkan, produksi mereka berlangsung terus. Akibatnya, Cina mengalami over supply dan mencari pasar-pasar baru selain di Eropa dan AS. Salah satunya, Indonesia. “Mereka cari pasar yang bisa menerima produk-produk mereka,” kata dia.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 kembali anjlok. Hal tersebut disebabkan oleh banjir barang impor murah yang hingga saat ini belum berhasil dibendung. Menurut dia, banjir barang impor di pasar dalam negeri terjadi karena belum ada kebijakan dari kementerian yang mampu untuk menghentikan laju impor itu.
PMI manufaktur Indonesia pada bulan ini tercatat 48,9, turun 0,4 poin dari Juli 2024 yang sebesar 49,3. Menurut rilis S&P Global, kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan output dan permintaan baru yang paling tajam sejak Agustus 2021. Permintaan asing juga turun semakin cepat hingga paling tajam sejak Januari 2023.
“Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia,” kata Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Selasa, 3 September 2024.
Pilihan Editor: Paus Fransiskus Naik Kijang Innova Zenix, PT TAM: Sesuai Permintaan Pemerintah