TEMPO.CO, Jakarta - Wafatnya ekonom senior Faisal Basri hari ini membawa ingatan Eks Menteri Keuangan, Chatib Basri, kembali ke masa lampau. Perasaan duka itu Chatib luapkan dalam sebuah tulisan di media sosial. Tulisan itu melengkapi unggahan foto Chatib dan Faisal semasa muda, yang kompak mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru muda.
Chatib bercerita, pada akhir 1980 hingga awal 1900-an, tidak banyak ekonom di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang membahas ekonomi politik. Seingatnya, hanya Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Sjahrir. Lalu ada satu lagi, sosok ekonom muda. Faisal Basri, namanya.
“Saya ingat sosok ini: kemeja biru muda, celana warna khaki, sepatu sandal, ransel di pundak, dengan rambut, yang sedari muda, tak lagi penuh,” tulis Chatib, merujuk foto mereka yang ia unggah di Instagram @chatibbasri, Kamis, 5 September 2024.
Bagi Chatib, Faisal Basri adalah lentera bagi perubahan. Di tangan Faisal, Chatib menuturkan, keberpihakan pada demokrasi menemukan suaranya. Sedangkan ketidakadilan, menemukan musuhnya.
Chatib mengenang Faisal sebagai ekonom yang bersuara lantang dan berani. Pada masa Orde Baru, Faisal dengan luas berbicara tentang bobroknya pemerintahan Presiden Soeharto. Pada masa itu, korupsi, kroniisme dan ekonomi rente tumbuh subur.
“Di masa itu, tak banyak orang berani menunding Soeharto secara langsung dalam diskusi terbuka. Faisal adalah kekecualian,” ujar Chatib.
Di mata Chatib, Faisal bukan hanya marah dan berani dalam mengkritik. Ia melihat Faisal sebagai ekonom yang membaca data dengan baik. “Pemikirannya cemerlang. Pandangannya segar,” ungkap Chatib.
Kekritisan Faisal, bahkan Chatib rasakan sendiri. Kendati hubungannya cukup dekat, Chatib mengaku sering mendapat kritik pedas dari Faisal ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Chatib mengakui, ia sesekali berbeda pandangan dengan koleganya itu. “Namun saya tahu, sikap kritisnya dibutuhkan: untuk perbaikan negeri ini,” ujar Chatib.
Ihwal riwayat sakit yang Faisal derita sebelum berpulang, Chatib bercerita, pada Februari lalu ia mengingatkan Faisal berobat ke dokter melalui pesan suara.
“Saya katakan, jika jatuh sakit, kita jadi kehilangan kesempatan untuk makan Padang,” kata Chatib. “Mungkin, karena Faisal seorang ekonom, ia paham arti opportunity cost. Soal kesempatan apa yang akan hilang —bila tak sehat.”
Saat itu, Faisal menjawab via WhatsApp dan mengabarkan dirinya sudah periksa darah. Faisal juga akan segera menjalani medical check up menyeluruh. “Di ujung pesannya ia menulis: Pingin segera menyantap nasi kapau,” ujar Chatib.
Tujuh bulan kemudian, tepatnya hari ini, Kamis, 5 September 2024, pukul 03.50, Faisal Basri menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan. Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu wafat di usia 65 tahun.
Sebelum Faisal Basri mangkat, Chatib bercerita, mereka sempat bertemu dan menjadi pembicara untuk menyambut 900 mahasiswa baru Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia pada 16 Agustus 2024 lalu.
Pilihan Editor: Kenang Faisal Basri yang Wafat di Usia 65 Tahun, Sri Mulyani: Beliau Ingin Indonesia Dikelola dengan Baik