TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dalam waktu dekat bakal melakukan pembatasan penjual bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi. Lantas, bagaimana pendapat para pengamat dan ekonom atas rencana tersebut?
Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi tidak akan pernah mendapatkan hasil optimal dan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam implementasi.
“Biaya kebijakan pembatasan subsidi BBM berpotensi akan lebih besar, jika dibandingkan dengan potensi manfaat yang akan diperoleh. Jika tidak terkelola dengan baik, biaya ekonomi dan biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM dapat tidak terkendali," ucap Komaidi pada 14 Agustus 2024.
Menurut Komaidi, potensi biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM bersubsidi pada 2024 dapat lebih besar karena sedang berlangsung Pilkada serentak. Keterbatasan akses BBM saat pesta demokrasi serentak memicu permasalahan vertikal dan horizontal. Ia mengatakan,kebijakan pengelolaan BBM bersubsidi dapat lebih optimal jika dilakukan melalui mekanisme subsidi langsung kepada individu penerima manfaat.
CEO Think Policy, Andhyta Fireslly Utami, menilai pemerintah harusnya mereformasi kebijakan subsidi karena selama ini pemanfaatannya tidak efektif dan salah sasaran. Kebocoran BBM bersubsidi terlihat dari distribusi bahan bakar pertalite dan solar yang banyak dinikmati kelas menengah atas.
“Penghematan fiskal dari pengurangan subsidi seharusnya dialokasikan untuk program yang mendukung masyarakat kelas menengah bawah, rentan, dan miskin," kata Andhyta, pada 16 Juli 2024.
Menurut dia, anggaran subsidi BBM sebaiknya dipindahkan untuk bantuan langsung tunai (BLT) agar lebih tepat sasaran. Meskipun secara teknokratis kebijakan ini memiliki dasar ekonomi dan lingkungan masuk akal, tetapi tetap harus dicermati untuk mempelajari tantangan, kesempatan, dan dampak agar sesuai kebutuhan rakyat.
Ekonom Universitas Mataram, Muhammad Firmansyah, menyarankan pemerintah mengutamakan penyiapan transportasi publik daripada membatasi BBM bersubsidi. “Transportasi publik di daerah banyak tidak jalan. Ini penting disiapkan sehingga ada alternatif bagi masyarakat," ujar Muhammad pada 11 Juli 2024.
Firmansyah menyebut BBM bersubsidi banyak dinikmati kalangan kelas menengah yang menggunakan kendaraan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas produktif lainnya. Akibatnya, pembatasan BBM bersubsidi perlu alternatif agar tidak mengubah pengeluaran masyarakat pengguna. Salah satu alternatif tersebut adalah pemerintah menyediakan transportasi publik yang layak dan masif di Jabodetabek dan beberapa daerah besar Pulau Jawa.
ANTARA | NANDITO PUTRA
Pilihan Editor: Legislator PKS Minta Bahlil Tak Asal Terapkan Pembatasan BBM Bersubsidi Mulai 1 Oktober