TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membahas kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kenaikan PPN ini masuk dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kami terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan presiden terpilih,” ujar Sri Mulyani di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan sejumlah hal yang tengah dibahas dalam APBN dengan tim presiden terpilih itu meliputi sisi penerimaan maupun belanja negara. Tak hanya PPN, kata Sri Mulyani, kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) juga masih dikoordinasikan. Kepastian dari berbagai program tersebut akan diumumkan oleh Prabowo setelah pelantikan presiden.
“Untuk kebijakan yang memiliki dampak sosial, politik dan ekonomi yang cukup luas, nanti presiden terpilih yang akan menetapkan dan menyampaikan. Kami terus berkoordinasi dengan intensif,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani beberapa waktu lalu menjelaskan Prabowo sudah menyadari kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut.
“Sudah disampaikan di dalam kabinet, presiden terpilih maupun presiden sekarang sangat menyadari mengenai UU HPP itu,” kata Sri Mulyani pada konferensi pers RAPBN 2025 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022, dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Walau begitu, UU HPP juga memberikan ruang untuk mengubah PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen.
Adapun pemerintah menargetkan untuk meningkatkan pendapatan negara sebesar 6,4 persen pada tahun depan, yakni menjadi Rp 2.996,9 triliun. Dari angka itu, sebesar Rp 2.490,9 triliun di antaranya berasal dari penerimaan pajak. “Nanti akan kita lihat potensi ekonomi, rasio pajak, ekstensifikasi dan lain-lain,” ujar dia.
Sri Mulyani juga menyoroti bahwa Pemerintah telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Bendahara Negara itu menyebut insentif ini dinikmati pada kelompok kelas menengah hingga atas. “UU HPP sangat menjelaskan bahwa barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi itu tidak kena PPN."
Pilihan Editor: Anggaran Ganti Rugi 2.086 Hektare Lahan di IKN Hanya Rp 140 Miliar, Ekonom: Mirip Pola Kolonialisme