TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, hari ini bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam pertemuan tersebut, Gus Yahya menyampaikan bahwa mereka siap mengelola konsesi tambang batu bara seluas 26 ribu hektare di Kalimantan Timur.
Kesiapan ini diumumkan setelah organisasi keagamaan tersebut menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Gus Yahya juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Presiden Jokowi atas pemberian izin konsesi pertambangan kepada organisasi masyarakat serta penerbitan izin tambang.
"Kami sampaikan terima kasih kepada Presiden yang telah memberikan konsesi sampai dengan terbitnya IUP, sehingga kami sekarang siap untuk segera mengerjakan usaha pertambangan di lokasi yang sudah ditentukan," katanya, saat memberi keterangan, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara.
Lokasi konsesi tambang tersebut sebelumnya dimiliki oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC), yang merupakan bagian dari Bakrie Group. Saat ini, hanya sebagian kecil dari lahan konsesi yang telah dieksplorasi, sehingga belum dapat dipastikan seberapa besar produksi batu bara yang akan dihasilkan.
“Segera. Segera. Karena IUP sudah keluar. Mudah-mudahan Januari kami sudah bisa bekerja,” kata dia saat memberi keterangan, di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, seperti dikutip dari Antara.
Gus Yahya menginformasikan kesiapan untuk mengelola konsesi tambang kepada Presiden Jokowi setelah PBNU menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia juga mengungkapkan apresiasinya kepada Jokowi atas pemberian izin konsesi pertambangan kepada organisasi keagamaan, yang memfasilitasi terbitnya IUPK.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 yang mengubah PP 96/2021 mengenai pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Dalam Pasal 83A peraturan tersebut, diatur bahwa ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah kini diperbolehkan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).
Pada hari yang sama ketika Gus Yahya menyampaikan kesiapan PBNU untuk mengelola tambang kepada Jokowi, ribuan orang menggelar demonstrasi bertajuk ‘Darurat Indonesia’ di depan Gedung DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024. Demonstrasi ini dipicu oleh keputusan Panitia Kerja Badan Legislasi atau Panja Baleg DPR RI untuk membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU Pilkada.
MK pada Selasa, 20 Agustus 2024, memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kandidat Pilkada tidak lagi ditentukan oleh persentase kursi di parlemen, melainkan oleh perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dengan empat klasifikasi besaran suara sah: 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, dan 6,5 persen, sesuai dengan jumlah DPT di daerah terkait (putusan MK 60/PUU-XXII/2024).
Namun, sehari setelah keputusan tersebut, pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR mengadakan rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat itu, Baleg memutuskan untuk tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik yang ingin mengusung calon di pemilihan kepala daerah.
SUKMA KANTHI NURANI | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: Respons PBNU dan PP Muhammadiyah Terhadap Aksi Demo Kawal Putusan MK